Anggota DPR Mohammad Nizar Zahro (tengah) berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (28/3). Penyidik KPK memeriksa Mohammad Nizar Zahro sebagai saksi dengan tersangka anggota DPR Budi Supriyanto dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/pd/16.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Moh Nizar Zahro mengingatkan agar Presiden Joko Widodo mengerem ambisinya dalam pembangunan sejumlah infrastruktur di Indonesia saat ini.

Seperti, pembangunan pelabuhan (tol laut), Bandara, jalan, jalur kereta, waduk, irigasi, hingga pembangkit listrik yang ditaksir memakan biaya sebesar Rp5.000 triliun dalam lima tahun perencanaan.

“Presiden Jokowi harus mengerem ambisinya untuk membangun infrastruktur,” kata Nizar saat dihubungi aktual.com, Kamis (21/9).

Sebab, sambung dia, langkah pemerintah yang menjadikan utang sebagai pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur sudah dalam zona mengkhawatirkan.

Karenanya, jika utang terus membengkak maka akan membahayakan keberlangsungan negara di masa yang akan datang.

“Faktanya negara mengalami kesulitan likuiditas sehingga tidak pantas menggenjot ambisi dengan memakai dana utang,” ujarnya.

Politikus dari fraksi Gerindra itu juga mengingatkan agar pemerintah dapat berhati-hati dalam mengelola keuangan negara, jangan mudah memutuskan untuk berutang. Alangkah lebih baik melakukan efisiensi dan penggenjotan pemasukan negara.

“Karena, jika pemerintah gagal menggenjot pajak, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan melelang aset-asetnya,” sebut dia.

Ketika Indonesia melelang aset badan usaha milik negara (BUMN) nya untuk membayar utang, Nizar menegaskan pada saat itulah fenomena krisis 1998 kembali terulang.

“Jangan sampai negara jatuh ke dalam kubangan utang yang mematikan. Kasihan rakyat jika negara harus mengalami krisis ekonomi sebagaimana yang terjadi di tahun 1998,” pungkas Ketua Umum Satria Gerindra itu.

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang
Editor: Arbie Marwan