BAngkok, Aktual.com – Perdana Menteri Thailand dan pemimpin junta Prayuth Chan-ocha, menyampaikan pidato akhir tahun, Rabu (23/12), dengan menegaskan kembali bahwa junta akan menyerahkan kekuasaan pada 2017 dan mereka tengah memasuki tahap kedua rencana reformasi.

Junta atau Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban, merebut kekuasaan pada Mei 2014 serta menggulingkan pemerintah terpilih, untuk mengakhiri unjuk rasa di Bangkok yang dipimpin kelompok kelas menengah dan elit, yang ingin menyingkirkan pemerintahan sipil PM Yingluck Shinawatra.

Sejak saat itu, junta sibuk merancang konstitusi baru dan reformasi yang menurut para kritikus, dirancang untuk membatasi kekuasaan partai-partai politik dan menetralisir pihak-pihak yang setia pada mantan PM Thaksin Shinawatra, saudara lelaki Yingluck yang digulingkan pada 2006.

Junta berulangkali menunda rencana pemilu, dan mengklaim bahwa negara masih belum cukup stabil untuk menggelar pemilu.

Prayuth mengatakan junta tetap pada rencananya untuk menyerahkan kekuasaan pada 2017.

“Kami mempunyai satu tahun dan enam bulan yang tersisa mulai Januari 2016 hingga Juli 2017 dan pemerintah akan meletakkan dasar-dasar bagi hal-hal yang tidak dilakukannya dan jika tidak bisa menyelesaikannya, mereka akan dimasukkan dalam rencana reformasi,” katanya dalam pidato yang disiarkan di televisi setempat, dikutip dari Reuters, Rabu.

“Kita memasuki fase kedua sekarang,” tambahnya.

Pemerintahan militer yang dipimpin pentolan kudeta Prayuth, membungkam para pembangkang dan memburu para pengkritik kerajaan dengan menggunakan hukum penghinaan keluarga kerajaan untuk menahan puluhan orang, sehingga memicu kritikan keras dari kelompok hak asasi manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara Barat.

Hingga 19 bulan setelah kudeta junta masih berjuang untuk memulihkan perekonomian Thailand yang bergantung pada ekspor.

Meski telah mengumumkan pembiayaan besar untuk proyek-proyek pembangunan jalan dan rel kereta api, permintaan domestik masih tetap lemah dan tingginya hutang rumah tangga merusak perekonomian terbesar kedua Asia Tenggara itu.

Junta terus memperluas kekuasaannya berdasar langkah keamanan khusus yang memungkinkan pasukan keamanan menangkap tanpa perintah pengadilan dan menahan orang tanpa dakwaan.

Prayuth mengungkapkan tuduhan pelanggaran HAM dalam pidatonya, dan mengatakan bukan salahnya jika para pembangkang melanggar perintah keamanan.

“Hukum mengatakan Anda tidak bisa melakukan ini dan mereka masih melakukannya,” kata Prayuth yang tampak marah. “Kemudian mereka mengatakan saya melanggar hak asasi manusia.” Meski ada larangan untuk melakukan perkumpulan publik, penentangan secara terbuka terhadap junta semakin meningkat dalam setahun terakhir.

Kudeta tersebut merupakan babak terakhir dalam konflik Thailand yang sudah berlangsung selama lebih dari satu dasawarsa, dan memecah belah antara pendukung Yingluck dan Thaksin dengan kelompok militer pendukung kerajaan.

Artikel ini ditulis oleh: