Jakarta, Aktual.com – Syekh Abdul Qodir Al-Jailani qaddasaAllahusirrahu membagi 2 tipe manusia dalam menghadapi ujian dan ketetapan yang telah ditetapkan Allah subhanahu wata’ala.
Pertama, menerima keputusan Allah tanpa penolakan/protes. Ibarat mayit dihadapan orang yang memandikannya. Nerima ing pangdum (neriman – prilaku menerima tanpa penolakan). Sikap ini didominasi oleh kesabaran, karena dia mengetahui bahwa dirinya menjalani keputusan.
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (153)’ [سورة البقرة]
Syaikh Abdul Qodir Jailani dalam Tafsir Al-Jilani, menafsirkan Ash-Shobirin dengan Al-Washilin (Orang yang sudah sampai ke haribaan Allah) , dia mengetahui hakikat dari sebuah kejadian.
Sabarnya orang Khowash itu mengetahui hikmah dibalik sesuatu yang dikehendaki Allah. Akhirnya dia tidak berdoa agar ujian yang dia alami segera diangkat oleh Allah, karena dia tahu tugas dia menjalani peristiwa itu dengan kesabaran.
‘وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (60)’ [سورة غافر]
Jangan lupa berdoa, karena doa merupakan untaian ibadah. Dengan berdoa , menunjukan bahwa orang tersebut masih butuh Allah. Dan Allah senang dengan hamba yang berdoa(membutuhkan-Nya).
Ada kisah seorang mukmin yang melihat lembaran catatan amalnya berisikan amal baik yang banyak, ternyata itu adalah doa yang ia panjatkan di dunia tapi Allah jadikan simpanan untuk dirinya di Akhirat.
Persoalan dikabulkan sekarang atau kapan itu urusan Allah, bukan tugas kita sibuk memikirkan kapan realisasinya.
Karena jika ia sibuk memikirkan “kenapa tidak kunjung dikabulkan permintannya?” Dan itu terus-menerus dilakukan, akan memunculkan sikap protes terhadap Allah, akhirnya ia mencoba mencari keadilan instan menurut hawa nafsunya.
Karena setan ingin selalu menyesatkan manusia yang sedang berjalan menuju Allah, jangan kamu kira setelah talqin tidak ada ujian. Makanya ‘akhdzul bay’ah’ itu bukan hal yang sepele. Harus siap dengan resikonya.
Yang kedua, menerima ketetapan Allah dan disertai dengan senantiasa berdoa.
Ada perbedaan sikap antara Qodiriyah dan Syadziliyah dalam menghadapi sebuah ketersingkapan kejadian masa yang akan datang.
Bagi Syadziliyah, ketika seorang diberikan futuhat di depan akan ada musibah. Dia dilarang memberi tahu secara jelas orang yang akan mendapat musibah. (Kalau memberitahu ,maka dianggap melangkahi takdir)
Dirinya diperintah untuk berdoa agar mendapatkan kekuatan dan kesabaran atas apa yang telah Allah tetapkan. Untuk itu kita diperintah membaca “Allahumma innaa nasaluka al-luthfa fiimaa jarot bihil maqodiir, Ya Lathif”
Bagi Qodiriyah, ketika seorang diberikan futuhat di depan akan ada musibah. Dia dianjurkan untuk menyariatinya dengan shodaqoh dan berdoa. Supaya terhindar dari bala dan bencana.
Karena dengan berdoa, yang pertama engkau menunjukan kehambaaanmu kepada Allah, yang kedua melaksankan perintah Allah, yang ketiga kamu tidak rugi, karena berdoa kepada Dzat Yang Maha Berkuasa.
Kedua jenis manusia ini baik, dan perlu disesuaikan dengan kondisi hati.
Kita harus membiasakan diri untuk sadar dan ingat bahwa Allah Maha Baik, Yang memberi jalan terbaik dan menyukai hal kebaikan.
Karena segala diam, gerak gerik, inspirasi yang ada pada diri kita adalah ketetapan Allah, sehingga apa yang kita lakukan semua ini dalam bentuk kesadaran mengenal Allah. Dengan seperti ini, hatimu akan tenang, tidak protes karena semua ini takdir Allah.
Di pembahasan kali ini, kita paham bahwa kunci agar kita tidak protes suuzhon kepada Allah (dalam menghadapi ketentuan Allah) adalah dengan sikap sabar (ketika mendapat musibah), syukur (ketika menerima kenikmatan) dan bertawakkal (pasrah diri) kepada Allah.
Karena jika kamu tidak melakukan ini, hingga berujung disorientasi. Akhirnya ketika ada masalah sedikit (bertengkar dengan pasangan, gagal, tidak terpenuhi keinginannya dll) larinya ke tempat maksiat.
Jangan hanya puas mendapatkan ilmu dari resume, sebab mengaji secara langsung kepada sang guru di majelis ta’lim (shuhbah) itu jauh lebih utama]
يالله بالتوفيق حتى نفيق ونلحق الفريق
Mudah-mudahan kita mendapat taufiq sehingga kita bisa di golongkan dengan orang-orang sholeh.
Resume Kajian Kitab Anwarul Hadi karya Shultonul Awliya Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani qs. bersama KH. Muhammad Danial Nafis hafizhahullah di Zawiyah Arraudhah, Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa (25/10/1022). (Abdussalam Arfan)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin