Jakarta, Aktual.co — Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral memiliki tujuan mencapai dan memelihara kestabilan Rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BI didukung oleh tiga pilar yakni melaksanakan kebijakan moneter, mengatur kelancaran sistem keuangan, dan mengawasi perbankan Indonesia.

Berikut ini peristiwa penting diambil BI selama satu tahun yang telah kami rangkum dalam sebuah kaleidoskop.

Januari 2014
Pada awal tahun ini, BI menetapkan suku bunga acuannya (BI rate) pada level 7,5 persen dengan lending facility 7.5 persen dan deposito facility 5.75 persen.

Secara rata-rata, nilai Rupiah pada bulan Januari 2014 tercatat Rp12.075 per Dolar AS, melemah 0,7 persen, lebih rendah dibandingkan pelemahan rata-rata Rupiah pada Desember 2013 sebesar 3,74 persen.

Februari 2014
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 13 Februari 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 7,5 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Inflasi Februari 2014 tercatat cukup rendah, yakni mencapai 0,26 persen month-to-month (mtm) atau 7,75 persen year-on-year (yoy). Angka tersebut menurun dibandingkan dengan inflasi Januari 2014 sebesar 1,07 persen (mtm) atau 8,22 persen (yoy).

Secara rata-rata, Rupiah pada Februari 2014 tercatat Rp11.919 per Dolar AS, menguat 2,02 persen dibandingkan dengan rata-rata Rupiah pada Januari 2014 sebesar Rp12.160 per Dolar AS.

Pada bulan ini BI juga mengumumkan bahwa defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 menurun cukup tajam menjadi 1,98% dari PDB. Hal tersebut jauh lebih rendah dari defisit transaksi berjalan pada triwulan sebelumnya sebesar 3,85%.

Maret 2014
BI rate tetap di level 7.5 persen dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Inflasi Maret 2014 tercatat rendah yakni 0,08 persen (mtm) atau 7,32 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi Februari 2014 sebesar 0,26 persen (mtm) atau 7,75 persen (yoy).

Secara rata-rata, Rupiah pada Maret 2014 tercatat Rp11.420 per Dolar AS, menguat 4,38 persen dibandingkan dengan rata-rata Rupiah pada Februari 2014 sebesar Rp11.919 per Dolar AS.

April 2014
BI kembali mempertahankan BI Rate sebesar 7,5 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Tekanan inflasi pada April 2014 yang mencatat deflasi 0,02 persen (mtm) atau 7,25 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi Maret 2014 sebesar 0,08 persen (mtm) atau 7,32 persen (yoy).

Rupiah tercatat Rp11.439 per Dolar AS, melemah 0,17 persen dari bulan sebelumnya.

Mei 2014
BI rate pada bulan ini tetap berada di level 7.5 persen dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1 persen pada 2014 dan 4,0±1 persen pada 2015.

Pada bulan ini BI mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 tercatat sebesar 5,21 persen (yoy), menurun dari pertumbuhan triwulan IV 2013 sebesar 5,72 persen (yoy), dan lebih rendah dari perkiraan awal BI. Penurunan tersebut karena penurunan ekspor pertambangan seperti batubara dan konsentrat mineral. Selain itu, melemahnya pemintaan terutama dari Tiongkok dan menurunnya harga, serta pengaruh temporer dari dampak kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah juga menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi pada bulan Mei 2014. Rupiah secara rata-rata melemah 0,81 persen (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp11.532 per Dolar AS. Secara point to point (ptp), Rupiah terdepresiasi sebesar 0,97 persen dan ditutup pada level Rp11.675 per Dolar AS.

Juni 2014
Pada 12 Juni 2014 BI mengumumkan tetap mempertahankan BI rate sebesar 7,5 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen. Inflasi Juni 2014 tercatat inflasi sebesar 0,43 persen (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.

Rupiah secara rata-rata melemah 3,03 persen (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp11.892 per Dolar AS. Secara point to point (ptp), Rupiah terdepresiasi sebesar 1,52 persen dan ditutup pada level Rp11.855 per Dolar AS.

Pada bulan ini BI juga memberikan konfirmasi terkait beredarnya isu redenominasi Rupiah. Menurut Direktur Komunikasi BI, Peter Jacobs pada waktu itu, RUU Redenominasi masih dalam pembahasan di DPR-RI dan belum ditetapkan. Dengan demikian maka kebijakan redenominasi Rupiah belum diimplementasikan, bahkan hingga saat ini.

Neraca finansial, aliran masuk modal asing pada Juni 2014 sedikit tertahan, seiring dengan perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden 2014. Namun, secara akumulatif hingga Juni 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 11,54 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, pada akhir Juni 2014, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 107,7 miliar dolar AS, setara 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Juli 2014
Pada 10 Juli 2014 BI kembali mempertahankan BI Rate sebesar 7,5 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Inflasi di bulan ini tercatat meningkat sebesar 0,93 persen (mtm). Sebagaimana biasanya, inflasi Ramadhan masih didorong oleh inflasi volatile food yang mencapai 1,06 persen (mtm) atau 6,74 persen (yoy). Komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi pada waktu itu adalah bawang merah dan bawang putih serta daging ayam dan telur ayam.

Rupiah secara point-to-point melemah 4,18 persen ke level Rp11.855 per Dolar AS, sedangkan secara rata-rata Rupiah masih mencatat penguatan sebesar 1,76 persen ke level Rp11.629 per Dolar AS.

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juli 2014 mencapai US$110,5 miliar, meningkat dari posisi akhir Juni 2014 sebesar US$107,7 miliar. Peningkatan jumlah cadangan devisa tersebut terutama berasal dari penerbitan Euro Bonds dan penerimaan devisa hasil ekspor migas Pemerintah yang melampaui pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Selain itu, penerimaan devisa sebagai dampak dari aliran masuk modal asing juga berpengaruh positif terhadap peningkatan posisi cadangan devisa Juli 2014.

Posisi cadangan devisa per akhir Juli tersebut dapat membiayai 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai kenaikan cadangan devisa berdampak positif terhadap upaya memperkuat ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Agustus 2014
BI rate tetap dilevel 7,5 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Inflasi bulan Agustus 2014 mencapai 0,47 persen (mtm), melambat dari bulan lalu sebesar 0,93 persen (mtm). Hal ini terutama didorong oleh koreksi pada harga bahan makanan dan tarif angkutan pasca Idul Fitri.

Rupiah secara rata-rata melemah 0,24 persen (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp11.710 per Dolar AS. Secara point to point (ptp), Rupiah terdepresiasi sebesar 1,03 persen dan ditutup pada level Rp11.698 per Dolar AS.

Pada 14 Agustus 2014, BI mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Tujuan GNNT tersebut untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai. Pasalnya, transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif masih rendah.

September 2014
BI kembali mempertahankan BI rate dilevel 7,5 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Inflasi menurun dibandingkan bulan sebelumnya dan berada di bawah perkiraan. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan September mencatat inflasi sebesar 0,27 persen (mtm), lebih rendah dari 0,47 persen (mtm) pada bulan sebelumnya.

Rupiah secara rata-rata melemah 1,57 persen (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp11.898 per Dolar AS.

Defisit transaksi berjalan menurun ditopang oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2014 tercatat sebesar US$6,8 miliar (3,07% PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit US$8,7 miliar (4,06% PDB) pada triwulan II-2014 dan defisit pada periode yang sama tahun 2013 sebesar US$8,6 miliar (3,89%PDB).

Pada triwulan III-2014, surplus transaksi modal dan finansial mencapai US$13,7 miliar, terutama didukung aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan penarikan pinjaman luar negeri korporasi.

Oktober 2014
Di bulan ini BI kembali mempertahankan BI rate dilevel 7,5 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Inflasi secara bulanan (mtm) meningkat dari 0,27 persen pada September menjadi 0,47 persen pada Oktober 2014.Inflasi inti tetap terkendali. Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan (yoy) inflasi IHK meningkat dari 4,53 persen pada September menjadi 4,83 persen pada Oktober 2014.

Rupiah secara rata-rata bulan Oktober 2014 melemah sebesar 1,2 persen ke level Rp11.770 per Dolar AS.

Pada bulan ini, BI juga mengingatkan seluruh pnyelenggara dan pengguna Kartu Kredit untuk memperhatikan implementasi Personal Identification Number (PIN) 6 Digit. Hal tersebut sebagai sarana verifikasi dan autentikasi pada Kartu Kredit serta Pembatasan Kepemilikan Kartu Kredit berdasarkan usia dan pendapatan.

November 2014
Pada bulan ini, BI mengadakan dua kali Rapat Dewan Gubernur (RDG). Pertama pada 13 November 2014, hasil RDG tersebut adalah BI kembali mempertahankan BI rate sebesar 7,50 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.

Kedua, pada 18 November 2014 sehari pasca kenaikan harga BBM bersubsidi BI mengadakan RDG dan memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin, sehingga BI rate di level 7.75 persen. Dengan suku bunga lending facility naik menjadi 8 persen dan suku bunga deposit facility tetap 5,75 persen.

Inflasi IHK mencapai 6,23 persen (yoy), meningkat dari 4,83 persen (yoy) pada bulan Oktober 2014. Inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif angkutan darat dan tarif tenaga listrik (TTL).

Defisit transaksi berjalan menurun ditopang oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2014 tercatat sebesar US$6,8 miliar (3,07% PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit US$8,7 miliar (4,06% PDB)

Pada November 2014, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 0,21 persen (mtm) ke level Rp12.167 per Dolar AS, sejalan dengan melemahnya hampir semua mata uang dunia.

Desember 2014
Pada 11 Desember BI memutuskan untuk mempertahankan BI rate seperti sebelumnya, yakni 7,75 persen, dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 8 persen dan 5,75 persen.

Pada 12 Desember BI mengeluarkan kebijakan mengatur batas nominal transaksi nasabah yang dapat diproses melalui sistem BI Real Time Gross Settlement (RTGS). Dengan kebijakan tersebut, maka transfer kredit antar bank atas nama nasabah dengan nominal Rp100 juta ke bawah diarahkan untuk menggunakan layanan kliring.

Pada 16 Desember, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS anjlok, bahkan hingga menyentuh Rp13.000 per Dolar AS. Untuk itu, BI segera mengambil langkah cepat untuk menstabilkan Rupiah dengan cara melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas), seperti pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder dan pengelolaan likuiditas di pasar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka