Padang, Aktual.com – Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Padang, Sumatera Barat, Kombes Pol Wisnu Andayana, mengatakan tidak ada perbedaan penanganan perbuatan “hate speech” pasca keluarnya Surat Edaran tentang Ujaran Kebencian.

“Proses penaganannya tetap sesuai dengan aturan yang ada, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tetap sama,” katanya di Padang, ditulis Jumat (6/11).

Hanya saja, lanjutnya, dengan keluarnya surat edaran itu pihak Polresta Padang, harus berperan aktif. Untuk melakukan sejumlah tahap terkait “hate speech”.

Ia mengatakan, langkah awal yang akan dilakukan oleh pihaknya adalah memberikan peringatan kepada pihak yang melakukan penyebaran kebencian, kemudian dilanjutkan tindakan yang lebih persuasif.

“Jika upaya persuasif masih tidak mempan, maka selanjutnya baru dilakukan penegakkan hukum,” ujarnya.

Saat ditanyai tentang upaya mediasi sebagai salah satu langkah penyelesaian masalah, ia mengatakan upaya itu haya dilakukan sebelum pidana diterapkan.

“Mediasi itu sebelum pidana diterapkan, jika telah diterapkan maka tidak ada lagi mediasi. Karena ujaran kebencian itu sendiri adalah perbuatan pidana,” jelasnya.

Wisnu menegaskan, bahwa Polresta Padang akan berperan lebih aktif dan mengutamakan tindakan persuasif terlebih dahulu terhadap permasalahan ujaran kebencian.

Meskipun demikian, ia tetap mengimbau agar masyarakat tetap mengedepankan sikap saling menghargai antar sesama.

“Ajaran-ajaran lokal yang positif dalam menyelesaikan suatu permasalahan, harus dilakukan. Seperti Minangkabau dengan cara ‘duduak basamo’ (musyawarah, red) ketika ada persoalan, itu adalah langkah-langkah yang baik,” katanya.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Badrodin Haiti telah menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. SE tersebut telah dikirim ke Kasatwil di seluruh Indonesia untuk dipedomani.

Dalam SE tersebut, disebutkan ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan dan menyebarkan berita bohong dengan tujuan terjadinya tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan konflik sosial.

Selain itu SE juga menjelaskan bahwa ujaran kebencian adalah perbuatan yang bertujuan menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas suku, agama, aliran kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel dan orientasi seksual.

SE juga mengatur prosedur polisi dalam menangani kasus yang didasari oleh ujaran kebencian.

Artikel ini ditulis oleh: