Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani sidang lanjutan dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (24/1). Pengadilan Negeri Jakarta Utara menggelar sidang kasus penistaan agama oleh Ahok dengan agenda mendengarkan lima keterangan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum. Foto/aktual.com-Pool/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.Com – Unjuk rasa yang mewarnai sidang kasus penistaan agama tidak hanya berisi kerumunan massa yang orasi-orasi dan seruan penjarakan Ahok saja. Pada sidang ketujuh kali ini, terdapat karya-karya puisi yang menghiasi unjuk rasa ini.

Mereka adalah Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) yang mengadakan karya puisi dalam sidang Ahok ini. Ketua Departemen Seni dan Budaya Parmusi, Chavcay Syaifullah, mengatakan bahwa penistaan agama adalah sebuah tragedi kemanusiaan di Indonesia.

Bagi Chavcay, karya tulis puisi ini akan menjadi pengingat masyarakat Indonesia mengenai adanya penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.

“Kami yakin apa yang tertulis akan abadi dan akan menjadi warisan bagi generasi mendatang supaya mengingat bahwa penistaan agama itu adalah bentuj dari tragedi kemanusiaan,” ujar Chavcay kepada Aktual di Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Selasa (24/1).

Ucapan Ahok yang telah menistakan agama Islam, bagi Chavcay adalah suatu bentuk yang bertentangan dengan semangat kemanusiaan. Oleh karenanya, Parmusi pun memandang perlu adanya suatu gerakan budaya yang dapat memurnikan kembali semangat kemanusiaan pada masyarakat.

Karya puisi sendiri dianggap Chavcay sebagai salah satu gerakan kebudayaan. Parmusi sendiri sudah menampilkan aksi teatrikal dan seni lukis dalam dua sidang sebelumnya.

“Karena itu kita tampilkan dramawan yg mengekspresikan dalam bentuk-bentuk teatrikal, kita libatkan juga perupa yang melukiskan sebuah negeri tanpa penistaan agama dan hari ini (24/1) kita menuliskan dalam bentuk puisi agar situasi ini tidak terulang lagi,” jelas Chavcay.

Chavcay pun mengharapkan agar kasus ini dapat dituntaskan secara menyeluruh agar tidak ada lagi penista-penista agama baru yang memperpanjang tragedi kemanusiaan di Indonesia.

“Ini tidak boleh terulang lagi, karena itu aparat hukum harus adil seadil-adilnya dan setegas-tegasnya,” tegasnya.

(Laporan: Wildan)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Eka