Jakarta, Aktual.com  – Aktivis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual (JPHPKKS), Kustiah Hasim meminta pihak kepolisian sungguh-sungguh membongkar kasus pemerkosaan yang dialami seorang pegawai honorer Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM).

“Kepolisian harus sungguh-sungguh membongkar secara keseluruhan,” kata Kustiah dalam Dialog Publik melalui aplikasi Zoom di Jakarta, Rabu (19/10).

“Ini Kasus Biadab yang seharusnya tidak boleh terulang lagi,” ujar Kustiah.

“Saya membaca-baca lagi yang kasus di Bogor ini kanidnya memang bermasalah di penegakan hukumnya, kemudian kementrian, kementrian ini kan dilapori ada Ombudsman,” ucap Kustiah.

“Menurut saya ini kegagalan, ada sikap pengabaian dari kementerian dalam hal ini dia kan mewakili pemerintah, Kemenkop-UKM ini dan penegak hukumnya keterlaluan menurut saya,” ujar Kustiah.

“Kenapa melindungi pelaku apalagi memberikan beasiswa, ini cacat mental, revolusi mental apa yang mw diharapkan,” tegas Kustiah.

Selain itu, Kustiah juga menyayangkan sikap aparat penegak hukum yang tidak menghiraukan perspektif korban dalam penyidikan kasus ini.

“Kenapa perspektif yang digunakan bukan korban, apakah ini soal korban ini honorer dan kemudian yang pelaku ini CPNS begitu?,” tukas Kustiah.

Peristiwa yang menimpa wanita berinisial ND ini sebenarnya terjadi beberapa tahun lalu, tepatnya pada 6 Desember 2019 di Hotel Permata Bogor. NDldiduga menjadi korban pelecehan seksual dan diperkosa oleh empat rekan kerjanya.

Ini terjadi ketika ND mengikuti acara rapat di luar kantor bersama Bagian Kepegawaian Biro Umum Sekretariat Kemenkop.

Menurut seorang sumber yang tidak disebutkan namanya, ND dilecehkan oleh rekan kerjanya yang berinisial ZPA, WH, ZF, dan NN. Kasus ini baru dilaporkan ke Polres Kabupaten Bogor pada Januari 2020 setelah korban bercerita ke orang tuanya.

Namun, menyedihkannya untuk korban, setelah itu para pelaku masih bebas berkeliaran, setelah dua minggu dilaporkan, pelaku malah bebas. Saat ini keempatnya masih bekerja di Kemenkop dan hingga sekarang proses hukumnya belum jelas.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin