Komisi III DPR RI mencurigai adanya kongkalikong dibalik terbitnya SP3 pelaku pembakaran hutan. Anggota Komisi III DPR Herman Hery menilai pemberian SP3 atas 15 kasus di Riau memicu kecurigaan. Apalagi tidak lama setelah itu, muncul foto-foto “kongko” petinggi Polri dengan salah satu bos perusahaan sawit di Riau.

“SP3 juga tidak salah. SP3 adalah bagian dari memberikan kepastian hukum. Namun yang diperlukan adalah SP3 itu diberikan penjelasan kepada para pihak, contoh kami yang berhak tahu dalam fungsi pengawasan kami. Mungkin saya usulkan supaya tidak terjadi perdebatan, Polri memberikan paparan tertutup pada Panja penegakan hukum karena kode etik dan rahasia penyidikan sehingga tidak ada curiga di antara kita,” kata Herman Hery.

Anggota Panitia Kerja (Panja) Kebakaran Hutan dan Lahan Komisi III DPR, Wenny Warouw, menginginkan agar Polri membuka kembali penyidikan kasus kebakaran hutan di Riau meski sudah terbit surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Hal tersebut perlu dilakukan karena Panja Karhutla Komisi III sudah menemukan sejumlah kejanggalan yang dilakukan penyidik Polda Riau dalam menerbitkan SP3 untuk 15 perusahaan pembakar hutan. Adapun penerbitan SP3 tersebut akan dipraperadilankan. Wenny berharap praperadilan itu bukan pengadilan “ecek-ecek”.

Jika perlu, pihaknya akan mendukung dengan mengirimkan hasil temuan panja sebagai dokumen yang mungkin akan membantu gugatan praperadilan. “Biar temuan Komisi III bisa membantu siapa pemohon di sana untuk bisa membuka SP3,” kata purnawirawan Brigadir Jenderal Polisi itu.

Ketua Panja Karhutla Benny K Harman berpendapat sama. Menurut dia, tak masalah jika kepolisian dengan legawa mengakui ada kesalahan dan kekeliruan dalam proses tersebut. Namun, jika bersikeras mengatakan bahwa langkah menerbitkan SP3 sudah benar, maka sebaiknya dilakukan gelar kasus terbuka.

“Kalau bersikukuh mengatakan sudah proper (layak). Cobalah kita teliti. Ayo kita gelar lagi,” tutur Benny.

Terungkap Kesalahan Prosedur Penerbitan SP3

Halaman Selanjutnya…