Oleh: Rahman Toha Budiarto

Jakarta, aktual.com – Akhirnya kita memasuki bulan Mei, sebuah masa waktu dimana bangsa Indonesia mengalami banyak peristiwa sejarah. Kita punya ingatan sejarah 2 Mei sebagai tonggak pendidikan nasional, ada 20 Mei sebagai tonggak kebangkitan nasional, bahkan kita punya 21 Mei sebagai tonggak Reformasi Indonesia. Maka sangat relevan ketika di bulan Mei ini kita sebagai bangsa senantiasa melakukan refleksi atas kondisi bangsa kita dan bagaimana bangsa kita melangkah ke depan.

Di era modern, salah satu aspek yang bisa menjadi faktor pendorong kebangkitan sebuah negara adalah penguasaan teknologi. Kita menyaksikan betapa negara yang memiliki kekuatan teknologi yang kuat dan maju, maka negara ini akan mampu merubah peta geopolitik nasional dan globalnya, terlepas apakah negara itu negara kecil atau negara besar. Penguasaan teknologi oleh suatu negara akan mempengaruhi cara negara tersebut untuk bersaing, bekerja sama, dan memproyeksikan kekuatan negara-negara lainnya. Kekuatan teknologi suatu negara akan menciptakan tantangan, harapan, bahkan ancaman bagi negara-negara di sekitarnya. Kita menyaksikan negara kecil seperti Singapura dengan kekuatan teknologi financianya, negara Taiwan dan Korea dengan teknologi digitalnya, termasuk negara Amerika dan Rusia dengan teknologi militernya. Kemajuan penguasaan sains dan teknologi sebuah negara tidak lepas dari kekuatan dan dukungan pemerintahannya bagi aktifitas riset dan pengembangan atas sains dan teknologi.

Kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia membawa harapan bagi untuk kebangkitan riset, sains dan pendidikan tinggi di negeri kita Indonesia. Hal ini tidak lepas dari seringnya pak Prabowo menekankan pentingnya mewujudkan kedaulatan ekonomi, kemandirian industri, dan kebangkitan bangsa yang berlandaskan pada kekuatan ilmu pengetahuan, riset, dan teknologi. Dan berbicara soal ilmupengetahuan (sains), riset dan teknologi, maka titik hubungnya adalah peran perguruan tinggi. Namun, kita tidak memungkiri sebuah situasi minimnya ideologisasi atau semangat kebangsaan dalam arah dan praktik riset serta pendidikan tinggi secara nasional.

Pengertian Ideologisasi

Ideologisasi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah proses penanaman, penyebaran, atau pembentukan suatu ideologi—yakni sistem nilai, keyakinan, atau gagasan—ke dalam individu, kelompok, atau institusi. Dalam konteks ini, ideologisasi bertujuan untuk membentuk cara berpikir, sikap, dan tindakan agar sejalan dengan prinsip-prinsip tertentu yang dianggap penting oleh suatu gerakan, negara, atau kelompok sosial. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, ideologisasi dalam pendidikan tinggi. Ideologisasi berarti membentuk kampus sebagai pusat pencetak intelektual yang tidak hanya unggul secara keilmuan, tetapi juga berkomitmen pada nilai-nilai kebangsaan, integritas, kemandirian, dan kepemimpinan sosial. Kurikulum, budaya kampus, dan pembinaan mahasiswa diarahkan untuk membangun kesadaran kolektif bahwa pendidikan adalah bagian dari proyek kebangsaan dan peradaban sebuah bangsa. Ini penting sekali agar ‘spirit nasionalisme’ menjadi jiwa dalam gerak pendidikan tinggi kita.

Kedua, ideologisasi dalam sains. Ideologisasi dalam sains berarti menempatkan ilmu pengetahuan tidak hanya sebagai alat eksplorasi dan inovasi, tetapi juga sebagai instrumen strategis untuk membangun kemandirian, memperkuat jati diri bangsa, dan menjawab kebutuhan nasional. Ideologisasi sains menuntut agar setiap riset dan pengembangan teknologi senantiasa berpijak pada semangat kedaulatan, keadilan sosial, dan kemajuan kolektif, sehingga hasilnya tidak hanya memperkuat posisi Indonesia secara global, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat. Hal ini tidak terlepas dari riset yang tidak hanya berhenti pada publikasi atau prestise akademik, tetapi menjadi alat untuk menjawab tantangan nasional. Berbagai isu global seperti climate change, food security, poverty, healthcare perlu menjadi objek kajian akademisi kita namun harus tetap berorientasi nasional-global, yakni ‘semangat membangun bangsa’ dan ‘semangat tangan di atas’; bahwa hasil risetnya tidak hanya berguna bagi kepentingan kita tapi juga sebaiknya tantangan global.

Ketiga, ideologisasi dalam teknologi. Ideologisasi teknologi berarti memastikan bahwa pengembangan dan adopsi teknologi dilakukan dengan kemandirian nasional sebagai tujuan utama. Ini mencakup penciptaan teknologi dalam negeri, penguatan industri strategis nasional, dan penghindaran ketergantungan pada negara lain dalam sektor-sektor kritis seperti keuangan, pemerintahan, energi, transportasi, air dan komunikasi. Termasuk dalam hal ini adalah teknologi pertahanan dan keamanan serta mengembangkan artificial intelligence (AI) yang meaningful bagi pertumbuhan ekonomi. Artinya, teknologi haruslah menjadi pendorong kreativitas, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Secara singkat, ideologisasi dapat dimaknai sebagai ‘peneguhan arah, nilai, dan tujuan kolektif dalam dunia akademik, agar seluruh daya intelektual bangsa diarahkan untuk membangun Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkarakter kuat.’ Sejalan dengan itu, maka big ideas untuk kebangkitan Indonesia dari Presiden Prabowo perlu diinternalisasi sebagai cara pandang dan kebijakan strategis pendidikan tinggi, sains dan riset.

Big ideas Prabowo Subianto

Jika kita perhatikan berbagai pidato dan pemikirannya, tampak bahwa visi kebangkitan Indonesia menurut Prabowo Subianto berakar pada semangat membangun negara yang berdaulat, mandiri, dan berdaya saing. Semangatnya berbasis pada kepentingan nasional (national interest) kita sebagai bangsa. Sebagai seorang patriot,Prabowo menekankan pentingnya kemandirian dalam pangan, energi, dan industri, sekaligus memperkuat pertahanan nasional agar Indonesia tak bergantung pada pihak asing. Dalam pandangannya, kebangkitan bangsa dimulai dari penguatan sumber daya manusia melalui pendidikan berkualitas, riset, dan inovasi. Prabowo juga mendorong transformasi ekonomi nasional dari ketergantungan pada komoditas mentah menjadi ekonomi berbasis hilirisasi dan industri bernilai tambah.

Dunia kampus dan lembaga riset diharapkan menjadi motor penggerak, dengan dukungan kebijakan dan anggaran yang berpihak pada ilmu pengetahuan. Pemerintahan yang bersih, efisien, dan berpihak pada rakyat menjadi fondasi dalam mencapai citacita tersebut. Sejauh ini, tampak ada kecenderungan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan di perguruan tinggi seakan kehilangan elan vital—roh ideologis yang mendasari misi kebangsaan dalam pengembangan sains. Korea Selatan, Taiwan, Singapura adalah contoh negara kecil yang menempatkan riset sebagai tulang punggung kebangkitan nasional.

Implementasi Ideologisasi

Implementasi ideologisasi adalah sebuah upaya kongkrit yang bisa dilakukan oleh semua stake holder negara untuk memajukan sains dan teknologi. Urgensi ideologisasi riset di era Prabowo harus diwujudkan dalam beberapa langkah konkret.

Pertama, peningkatan dana riset. Suka tidak suka, penyediaan dana riset akan menunjukan sejauh mana pemerintah tersebut berpihak bagi kemajuan sains dan teknologi. Hasil kajian Research & Development World (R & D World) menyebutkan besaran anggaran riset yang berasal dari APBN dan non-APBN bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun. Anggaran riset 2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (2022), kemudian naik lagi menjadi 12,10 miliar dollar AS (2023), lalu kembali turun menjadi 4,5 miliar dollar AS (2024). Rasio anggaran riset juga masih sangat rendah, yaitu antara 0,2 persen-0,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 10 tahun terakhir. Angka ini kalah jauh dibandingkan China (2,08 persen), Singapura (1,98 persen) ataupun Malaysia (1,15 persen) (World Bank, 2023). Artinya menjadi PR bagi pemerintah dan stake holder negeri ini bagaimana bias meningkatkan anggaran riset untuk pengembangan sains dan teknologi.

Kedua , menjadikan perguruan tinggi sebagai pusat riset dan inovasi yang patut didukung oleh para pihak. Karena perguruan tinggi sudah memiliki infrastruktur dasar dalam pengembangan riset dan teknologi, seperti sumber day manusia, laboratorium, dan ekosistem riset di dalamnya. Perguruan tinggi harus ditempatkan sebagai aktor pendorong utama dalam membentuk kemandirian ekonomi nasional brebasis sains dan teknologi, bukan sekadar pencetak ijazah. Karena itu kesejahteraan dosen dan akademisi juga menjadi konsekuensi logis . Negara harus memberikan insentif yang layak bagi mereka yang mendedikasikan hidupnya dalam dunia riset dan pengajaran. Hal ini akan memicu semangat dan produktivitas dalam menciptakan SDM unggul dan impactful yang siap menghadapi tantangan global. Selain itu, universitas riset dengan otonomi luas dalam hal kurikulum, pendanaan, dan pengelolaan aset akan membuka ruang lebih besar untuk kebebasan akademik yang bertanggung jawab dan visioner.Namun, perguruan tinggi juga harus menjaga integritas akademik dan membangun budaya antikorupsi. Dengan demikian, lingkungan pendidikan tinggi tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga menjadi panutan moral bagi masyarakat. Untuk itu, negara (pemerintah) juga bisa juga mengajak kelompok masyarakat sipil lain dan dunia usaha untuk menjadi motor penggerak industry strtaegis nasonal yang berbasis hasil riset dan inovasi anak bangsa.

Ketiga, digitalisasi pendidikan tinggi, hal ini bisa mendukung reformasi pendidikan di era Prabowo. Pemanfaatan teknologi digital akan menciptakan system pembelajaran yang lebih inklusif, efisien, dan menjangkau seluruh pelosok negeri. Mahasiswa pascasarjana dan peneliti pascadoktoral harus dilibatkan secara aktif dalam proyek riset jangka panjang, termasuk kehadiran research fellow dari luar negeri, sehingga budaya riset tumbuh secara organik di lingkungan akademik. Sinergi dan kolaborasi dengan berbagai institusi di dalam dan luar negeri juga penting untuk saling tukar-menukar bekerja sama dalam transfer pengetahuan dan best practices terkait isu tertentu.

Keempat, hilirisasi hasil riset. Penelitian tidak boleh berakhir di jurnal atau laboratorium. Harus ada mekanisme yang mendorong transformasi hasil riset menjadi produk, teknologi, atau kebijakan yang berdampak nyata bagi masyarakat dan industri. Hal ini akan menjadikan pendidikan tinggi tidak hanya sebagai pusat keunggulan (center of excellence) dalam ranah keilmuan, tetapi juga sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional—termasuk subsector ekonomi kreatif yang saat ini tumbuh signifikan. Dalam hal ini, dibutuhkan semangat transformatif di kalangan sivitas akademika agar berbagai hasil riset ditransformasikan menjadi berbagai produk yang impactful bagi dunia industri dan masyarakat.

Kelima, pembinaan kemahasiswaan. Dalam rangka mendukung visi kebangkitan Indonesia sesuai visi Prabowo Subianto, pembinaan kemahasiswaan harus diarahkan pada penguatan karakter kebangsaan, kemandirian, dan daya saing global. Mahasiswa perlu dibina menjadi generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara mental, berintegritas memiliki jiwa kepemimpinan. Program pembinaan harus menanamkan nilai-nilai patriotisme, kedisiplinan, semangat gotong royong, dan kepedulian sosial agar mahasiswa tumbuh sebagai pemimpin masa depan yang mampu membawa Indonesia ke arah kedaulatan dan kemandirian nasional. Selain itu, pembinaan kemahasiswaan perlu difokuskan pada peningkatan keterampilan praktis, inovasi, dan kewirausahaan. Kampus harus menjadi ekosistem yang mendorong mahasiswa terlibat aktif dalam riset terapan, proyek sosial, dan inkubasi usaha rintisan berbasis teknologi. Dengan dukungan kebijakan pemerintah dan kolaborasi industri, mahasiswa dapat didorong untuk menciptakan solusi bagi tantangan bangsa, sekaligus menjadi motor penggerak ekonomi dan sosial yang sejalan dengan visi Prabowo untuk menciptakan sumber daya manusia unggul yang berperan dalam pembangunan nasional berbasis inovasi dan kemandirian.

Karakter mahasiswa juga dapat diarahkan pada bagaimana menciptakan mahasiswa sebagai ‘manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab’ sesuai dengan tujuanpendidikan nasional kita. Ketangguhan personal—dengan berbagai keutamaan di atas—olehnya itu cukup penting dalam karakter mahasiswa.

Beberapa gagasan terkait dengan urgensi ideologisasi riset, sains, dan pendidikan tinggi dalam pandangan kami penting untuk disinergikan oleh semua pihak dengan semangat kebersamaan dalam menciptakan kebangkitan Indonesia. Dunia akademik harus proaktif mendukung visi besar pemerintahan Prabowo dalam menciptakan ekosistem pendidikan dan riset yang berdaya saing tinggi dan berdampak luas. Inilah saatnya membangun Indonesia yang maju melalui kekuatan pengetahuan dan inovasi, demi kedaulatan bangsa dan kejayaan masa depan kita.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain