Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Kementerian Perhubungan (BPTJ Kemenhub) mengungkapkan kondisi transportasi sudah semakin parah, maka harus terus dicari solusinya. Badan yang baru berumur dua tahun tersebut memerlukan pedoman khusus untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.

“Kondisi transportasi yang semakin parah, kalau tidak dicarikan solusinya, di tahun-tahun berikutnya akan terjadi stagnan transportasi. Untuk itu kita perlu membuat Rencana Induk Transportasi (RIT) Jabodetabek sebagai panduan bagi penyelenggara dan pengguna transportasi,” ujar Kepala BPTJ Kemenhub Bambang Prihartono.

Salah satu inti dari RIT adalah harus mampu melayani point to point. Kemacetan tidak lebih dari setengah jam dan kecepatan rata-rata harus 30 km perjam. Selanjutnya, akses pejalan kaki ke angkutan umum pun minimal 500 meter.

“Itu yang ingin kita capai. Sehingga kondisi transportasi yang ada akan seperti yang kita idam-idamkan selama ini. Jauh dari kemacetan dan fasilitasnya membuat nyaman para pengendara dan pengguna transportasi,” ulas Bambang.

RIT telah melalui MoU antara tiga gubernur, yakni DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Sehingga nanti, dalam implementasinya mengacu pada rencana induk tersebut. “Banyak hal yang dapat dilakukan mulai 2018, di antaranya bicara keselamatan sebagai pilar nomor satu. Seperti diketahui, kecelakaan di jalan lebih banyak disebabkan oleh kendaraan roda dua (R2). Untuk mengurangi dampak itu, di jalan Sudirman-Thamrin trotoarnya sudah diperlebar,” jelasnya.

Pilar nomor dua adalah jaringan prasarana bekerjasama dengan Bina Marga. Prasarana jalan tol, kereta api, dan lainnya yang dibangun selama kurun waktu tahun 2018-2019.

“Untuk sarana bus, sejauh ini pengembang-pengembang perumahan tidak begitu memperhatikan kendaraan umum. Ke depan harus mulai dipikirkan. Kami menghadirkan bus-bus ke pemukiman-pemukiman. Itu salah satu wujud nyata. Harapannya, mereka akan pindah ke transportasi umum. Dan tahun ini ditargetkan ada 1.000 bus,” paparnya.

Selain bus, pihak BPTJ juga fokus ke commuter line. Selanjutnya, membangun angkutan massal, seperti LRT dan MRT. Mulai dari Bekasi, Bogor ke Dukuh Atas. Mulai dari Lebak Bulus ke Gondangdia. MRT ini menjadi backbone dan LRT menjadi feedernya.

“Kalau ini berhasil, diharapkan semua akan beralih ke angkutan umum. Berikutnya, kita juga siapkan trem. Ada tujuh rangkaian dengan kapasitas angkut 200 orang. Sedangkan, bicara ganjil genap sebentar lagi selesai karena kendaraan sudah semakin banyak. Kita harus cepat bergerak,” tegasnya.

Implementasi RIT Jabodetabek tidak semata-mata mengandalakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena di Jabodetabek perputaran uang cukup besar, sehingga kita juga bekerjasama dengan swasta. Bahkan, ada swasta yang tertarik mebiayai full untuk MRT.

“Konsep ke depan, kami mengumpulkan simpul-simpul orang yang bermukim untuk mengarahkan untuk menggunakan transportasi massal. Dengan konsep terintegrasi, orang akan dengan mudah berpindah transportasi,” jelas Bambang.

Berikutnya, juga harus menyelesaikan permasalahan kemacetan, khususnya di ruas tol Jakarta – Cikampek. Hinga saat ini, BPTJ terus mencarikan solusi untuk kelancaran jalan tol Jakarta – Cikampek. Soal ganji genap, setelah itu akan dicari solusi lainnya.

Sementara, ke depan, Elektronic Road Pincing (ERP) akan diterapkan di jalan-jalan besar dan nasional di Jabodetabek, khususnya di Jakarta. “Kita akan sinergikan dengan Bina Marga, dengan tarif progresif. Ini adalah solusi ke depan setelah titik jenuh ganjil genap terlampaui. Sehingga tidak ada titik jeda,” pungkas Bambang.

Kendaraan Pribadi Pindah ke Publik jika….

Artikel ini ditulis oleh:

Eka