Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) melakukan demonstrasi memadati jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Jumat (4/11/2016). Ribuan massa ini menuntut penuntasan proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga melakukan penistaan agama menginap di Masjid Istiqlal. AKTUAL/Tino Oktaviano

Pandeglang, Aktual.com – Ormas Islam Mathla’ul Anwar (MA) di Pandeglang, Senin (7/11), menyampaikan pernyataan dan sikap secara tertulis terkait aksi damai ummat Islam di Jakarta pada 4 November 2016, yakni sebagai berikut:

Pertama, mengingatkan kembali pernyataan Mathla’ul Anwar kepada Presiden saat Kepala Negara menghadiri Muktamar Mathla’ul Anwar ke 19 di Pandeglang pada 9 Agustus 2015, yaitu:

“Hubungan Mathla’ul Anwar dengan Pemerintah akan tetap baik dan proporsional. Jika pemerintah baik dan benar, Mathla’ul Anwar berada di depan mendukung penuh pemerintah. Namun bila kiprah pemerintah tidak sesuai dengan amanat konstitusi dan nilai-nilai agama, Mathla’ul Anwar tidak sungkan-sungkan untuk melakukan koreksi”.

Kedua, pernyataan senada disampaikan saat Mathla’ul Anwar melakukan jumpa pers usai diterima Presiden pada 13 Juni 2016 di Istana Negara yang pada intinya Ormas Islam ini mendukung penuh Pemerintah, tetapi akan melakukan koreksi jika Pemerintah melenceng dari amanat konstitusi dan nilai-nilai agama.

Ketiga, sebagai bagian integral dari unsur yang melakukan aksi damai pada 4 November 2016, Mathla’ul Anwar mendesak aparat penegak hukum untuk segera memproses secara hukum Gubernur DKI non aktif Basuki Tjahaya Purnama yang diduga kuat telah menistakan Al-Quran, kitab suci ummat Islam.

Pada demo 4 November 2016 perwakilan ummat sangat berharap bisa bertemu langsung Kepala Negara karena merasa yakin bahwa Presiden Jokowi adalah Presiden yang dekat dengan rakyat, namun Kepala Negara tidak bisa ditemui karena tidak ada di tempat.

Dalam kaitan ini Mathla’ul Anwar yang kini berusia satu abad (didirikan pada 10 Ramadhan 1334 Hijriah atau 10 Juli 1916 di Pandeglang, Banten) mengingatkan agar jangan sampai ada kesimpulan bahwa ummat Islam dinilai tidak penting dan Presiden lebih memilih acara yang dinilai tidak terlalu mendesak untuk dihadiri oleh seorang Presiden.

Keempat, pada aksi damai 4 November 2016, rakyat adalah tamu Presiden. Sebagai seorang muslim tentu Presiden percaya dengan sebuah hadits yang berbunyi: Nabi SAW bersabda, “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamu”. Kami yakin Presiden menyadari pentingnya memuliakan tamu.

Kelima, Mathla’ul Anwar mengingatkan Pemerintah agar dalam menghadapi aksi damai 4 November 2016 tidak mengeluarkan pernyataan yang kurang pas sehingga dikhawatirkan menyinggung perasaan para ulama dan ummat Islam.

Keenam, Mathla’ul Anwar mengharapkan Presiden untuk bisa memperbaiki hubungan dengan seluruh komponen rakyat, khususnya ummat Islam guna mencerminkan bahwa Presiden Jokowi adalah pemimpin yang dekat dengan rakyat. Jika aspirasi ini kurang diperhatikan, dikhawatirkan akan terjadi demo lagi yang bisa berdampak pada instabilitas negara.

Ketujuh, sesuai amanat Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati, Mathla’ul Anwar memohon perkenan Presiden untuk memerintahkan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia agar segera melakukan penahanan dan proses hukum terhadap Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang diduga kuat telah melakukan penistaan agama.

Tentunya proses hukum itu harus mengedepankan prinsip-prinsip hukum yang jujur, adil, independen, dan impartial. “Political will” dalam penegakan hukum sangat dinantikan oleh ummat Islam di Indonesia, bahkan oleh ummat Islam di seluruh dunia. Mathla’ul Anwar mendukung penuh Presiden dalam penegakan hukum.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan