Staf Menteri Keuangan Arief Budimanta (kanan0,saat mengisi diskusi Forum Senator Untuk Rakyat, di Jakarta, Minggu (4/10/2015). Diskusi yang menyoroti kebijakan paket ekonomi pemerintahan Jokowi/JK bertamkan "Paket Ekonomi Nendang Apa?"

Jakarta, Aktual.com – Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah diminta tak hanya untuk mengandalkan konsumsi domestik, mestinya juga bisa mendongkrak laju investasi. Terutama investasi langsung.

Namun sayangnya, pemerintah tak mampu genjot investasi menjadi lebih baik. Dalam arti, agar bisa menjadi pengungkit pertumbuhan, maka laju investasinya harus di atas 10 persen.

“Laju investasi bisa menjadi pengungkit pertumbuhan. Dan kita sendiri growth investasi pernah berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga 2012 masih double digit pertumbuhannya,” cetus Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Indonesia (KEIN), Arif Budimanta, dalam acara di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (22/10).

Namun demikian, menjelang awal 2013, perlahan-lahan mengalami penurunan menjadi single digit. Seiring perlambatan ekonomi yang saat itu mulai alami perlambatan.

“Hingga kuartal ketiga 2015, sempat bertumbuh 7 persen. Tapi jika mau investasi dapat mendongkrak perekonomian, maka harusnya 10 persen. Dan itu belum terjadi. Termasuk juga bagaimana kita menargetkan GDP per kapita mau double, US$ 3.000/tahun mrnjadi US$ 6.000/tahun,” ungkap Arif.

Karena secara teori, pertumbuhan ekonomi itu antara disupport oleh selain investasi, juga oleh laju ekspor dan mengurangi impor. “Jadi, minimal growth investasi minimal 10 persen, laju ekspor meningkat 3 persen. Dan impor ditahan cuma bertumbuh 2 persen,” tegas dia.

Dengan begitu, kata dia, hal-hal itu harus dijelaskan kemana arah investasi agar bisa dongkrak ekonomi itu. Menurut Arif, yang paling pas adalah investasi di manufaktur. Sehingga bisa menciptakan labor intensif.

“Sehingga, untuk mengukur industri ini harus berbasis ke primary consumption. Di negara-negara maju, seperti Jerman, Jepang, Korea Selatan, yang pertama dikuatkan itu adalah sektor manufaktur consumption, yang tentunya bersifat labor intensif, primary consumption, berbasis ekspor, dan berbasis agro,” jelas dia.

Selain masalah manufaktur consumption, kata politisi dari PDIP ini, ada tiga hal lain yang harus disentuh oleh investasi ini. Kedua, pengembangan sektor maritim. Ketiga, pengembangan ekonomi kreatif. Dan keempat, pengembangan pariwisata dalam perspektif industri.

“Apalagi di sektor maritim, selama ini masih ada beban yaitu selalu neraca jasa kita selalu negatif. Salah satunya karena masalah biaya logistik di kita masih sangat mahal,” pungkas Arif.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: