Jakarta, Aktual.com — Penyelidik pidana khusus Kejaksaan Agung batal memeriksa mantan Komisaris Independen PT Mobile8 (Smartfren) Agum Gumelar dalam perkara dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobil 8 Telecom ke Kantor Pelayanan Pajak Surabaya tahun 2012.

Pemeriksaan terhadap yang bersangkutan gagal lantaran Agum meminta penundaan pemeriksaan.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, pihaknya telah menerima surat permohonan penundaan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Perhubungan itu.

“Kami telah menerima (surat) permohonannya (Agum Gumelar-red),” kata Arminsyah di Kejagung, Jakarta, Selasa (5/1).

Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menambahkan, atas dasar permintaan penundaan tersebut tim penyidik akan menjadwal ulang pemeriksaan Agum.

Diketahui, Kejaksaan Agung meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan kasus dugaan korupsi pada pengajuan restitusi pajak (pergantian pajak) dari PT Mobile8 Telecom ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya tahun 2012 agar masuk bursa di Jakarta.

“Itu perusahaan telekomunikasi yang sekarang namanya Smartfren, dulu Mobile8,” kata Ketua tim penyidik kasus ini, Ali Nurudin‎ di Kejaksaan Agung Jakarta.

Dia menjelaskan ‎dugaan korupsi ini setelah tim penyidik mendapatkan keterangan dari Direktur PT Djaya Nusantar Komunikasi bahwa transaksi yang antara PT. Mobile8 Telecom dan PT. DJaya Nusantara Komunikasi tahun 2007-2009 ‎lalu senilai Rp 80 miliar.

Itu adalah transaksi fiktif dan hanya untuk kelengkapan administrasi pihak PT Mobile8 Telecom akan mentrasnfer uang senilai Rp 80 milar ke rekening PT Djaya Nusantara Komunikasi.

Transfer tersebut dilakukan pada Desember 2007 dengan dua kali transfer, pertama transfer dikirim senilai Rp 50 miliar dan kedua Rp 30 milar.‎ Namun faktanya PT DJaya Nusantara Komunikasi tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom.

Permohonan restitusi pajak lalu dikabulkan oleh KPP, padahal transaksi perdagangan fiktif dan transaksi tersebut dilakukan saat PT Mobil8 Telecom masih dimiliki Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu