Mantan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto. Aktual/DOK KEJAGUNG

Jakarta, aktual.com – Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, bepergian ke luar negeri.

Langkah ini diambil demi kelancaran penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit senilai Rp3,6 triliun kepada perusahaan tekstil raksasa tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, membenarkan informasi tersebut dan menyatakan bahwa pencegahan ini merupakan bagian dari strategi penyidik untuk mengungkap lebih jauh pihak-pihak lain yang terlibat.

“Memang benar mas, terhadap IKL (Iwan Kurniawan Lukminto) sudah diajukan upaya cegah ke luar negeri,” ujar Harli saat dikonfirmasi, Minggu (8/6).

Menurut Harli, masa pencegahan berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang jika penyidik memerlukan waktu tambahan dalam proses penanganan perkara. “Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan ya, nanti tergantung kebutuhan penyidik. Jika dibutuhkan akan diperpanjang,” jelasnya.

Tak hanya itu, tim penyidik juga dijadwalkan memanggil kembali Iwan Kurniawan untuk diperiksa pada pekan depan. Hingga saat ini, Iwan belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menyeret PT Sritex tersebut.

“Pekan depan yang bersangkutan akan kita panggil dan periksa ya,” tambah Harli.

Sebelumnya, Kejagung juga mengungkap bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan penyitaan aset milik PT Sritex sebagai bagian dari upaya penelusuran kerugian negara. Namun langkah itu masih ditunda, mengingat ada proses pendataan hak-hak pekerja yang tengah berlangsung dalam konteks kepailitan grup perusahaan tersebut.

“Penyidik akan secara bijak, melihat bahwa jangan sampai hak-hak pekerja yang sekarang dalam proses pendataan dan seterusnya itu terganggu,” ungkap Harli, Selasa (3/6).

Meskipun begitu, Kejagung menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban atas dugaan korupsi tersebut. Sejauh ini, kerugian negara yang berhasil diidentifikasi baru mencapai Rp692 miliar dari total nilai fasilitas kredit yang diduga bermasalah.

“Ya tentu nanti penyidik akan berupaya, bagaimana upaya-upaya penyelamatan terhadap pemulihan kerugian negaranya,” tutup Harli.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano