Jakarta, Aktual.com – Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi direncanakan akan memenuhi panggilan saksi ke II di Polda Metro Jaya, berdasarkan surat Panggilan Saksi ke II Nomor S.Pgl/11044/XI/2018/Ditreskrimum pada Rabu (5/12) esok.

“Sesuai dengan panggilan, Bapak Farid rencananya akan hadir pada pukul 14.00 WIB di Unit V Subditkamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya,” kata kuasa hukum Farid Wajdi, Mahmud Irsad Lubis ketika dihubungi Antara di Jakarta, Selasa (4/12).

Mahmud menjelaskan Farid Wajdi memenuhi panggilan Polda Metro Jaya sebagai saksi kasus pemberitaan media nasional dan merupakan penugasan dari Ketua KY Jaja Ahmad Jayus.

“Pemanggilan kedua ini terkait laporan Ketua Umum Persatuan Tenis Warga Peradilan (PTWP) Syamsul Ma’arif terhadap Juru Bicara KY Farid Wajdi,” jelas Mahmud.

Sebelumnya pada Rabu (12/9) Farid Wajdi memberikan pernyataan dalam satu media cetak nasional yang menyebutkan persoalan terkait keluhan hakim di daerah akibat adanya “kewajiban iuran” untuk mendukung turnamen tenis di lingkungan pengadilan.

Atas pernyataan di media cetak tersebut, Farid kemudian dilaporkan oleh sejumlah hakim agung ke Polda Metro Jaya dengan menggunakan Pasal 28 (2) Jo. Pasal 45A ayat (2) UU ITE.

Kendati demikian pihak kuasa hukum Farid menjelaskan bahwa pernyataan kliennya dalam berita tersebut tidak mengandung kebencian maupun permusuhan, apalagi memiliki tujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (2) Jo. Pasal 45A ayat (2) UU ITE.

Terkait dengan pernyataan Farid dalam berita tersebut, Dewan Pers juga telah memberikan penilaian yang menyatakan bahwa Farid Wajdi melakukan tugas sebagai Juru Bicara KY, sehingga jika ada yang keberatan dengan pemberitaan tersebut maka dapat melalui hak jawab atau hak koreksi.

Mahmud selaku kuasa hukum Farid menjelaskan bahwa Dewan Pers telah mengirimkan surat kepada Direktur Rekrimum Polda Metro Jaya yang menjelaskan bahwa terkait pelaporan Farid Wajdi ke Polda Metro Jaya adalah sengketa pers dan bukan delik pidana.

Menurut Mahmud, laporan polisi tersebut melanggar fatsun serta prinsip “checks and balances” dalam bernegara dan dilakukan terhadap lembaga resmi yang berwenang dalam menjalankan tugasnya.

“Hal itu sekaligus juga membahayakan narasumber yang menjadi mitra media serta dilindungi oleh kebebasan pers,” pungkas Mahmud.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan