Ratusan anak mengikuti lomba menggambar di Museum Bahari, Jakarta, Minggu (24/7). Kegiatan yang diselenggarakan bertepatan dengan Hari Anak Nasional tersebut bertujuan untuk membangkitkan kecintaan generasi muda terhadap maritim Indonesia sejak dini. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/kye/16

Jakarta, Aktual.com-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berniat memadukan aspek-aspek yang terkandung dalam budaya kebaharian Indonesia dengan pendidikan sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan yang memberikan gambaran peristiwa dan kejadian dalam perjalanan waktu.

“Ada ruang luas mengembangkan bahan ajar dengan tema bahari sehingga menjadi kongket dan relevan dengan kehidupan peserta didik. Konferensi Nasional Sejarah telah memunculkan 100 makalah yang bisa dikembangkan menjadi bahan ajar,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam penutupan Konferensi Nasional Sejarah ke-10 (KNS X) di Jakarta, Rabu (9/11) malam.

KNS merupakan konferensi sejarah yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali dan pada tahun ini diselenggarakan pada 7 hingga 10 November 2016 dengan mengangkat tema “Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah”.

KNS merupakan forum berkumpulnya sejarawan, dosen, guru, mahasiswa, komunitas, dan masyarakat peminat sejarah untuk membahas isu strategis kesejarahan, baik yang berkaitan dengan pembangunan karakter bangsa, pengajaran sejarah, dan perkembangan ilmu sejarah.

Konferensi tersebut telah membahas 100 makalah mengenai berbagai aspek sejarah maritim dari seluruh Indonesia.

“Karena ini konferensi ilmiah maka hasilnya penting untuk dikembangkan menjadi agenda kajian dan penelitian,” kata Hilmar, yang juga dikenal publik sebagai seorang sejarawan.

Dia berpendapat KSN telah memberi gambaran konkret mengenai bagaimana mengembangkan pendidikan karakter melalui tema bahari, mengingat sudah lama pendidikan sejarah abai dalam menggunakan pendekatan geografis.

“Daerah pesisir dan pedalaman sama belajar sejarahnya, dari sini ada penglihatan berbeda bahwa kalau dibuat spesifik tergantung geografis maka akan menjadikannya relevan. Bahan dari konferensi diharapkan dapat merumuskan pendidikan sejarah yang spesifik secara geografis,” ucap Hilmar.

Rumusan hasil KSN ke-10 juga memperlihatkan bahwa budaya bahari dapat tumbuh dari segi material dan nonmaterial sebagai kontribusi penting visi poros maritim.

“Kalau bicara konektivitas, maka kemudian bukan semata-mata pada pelabuhan dan kapal saja, tetapi juga di dalam kesadaran masyarakatnya,” ucap Hilmar.

Berdasarkan hasil rumusannya, KNS ke-10 memunculkan beberapa rekomendasi di antaranya perlunya melakukan revolusi mental bangsa melalui kebijakan penataan kembali sistem pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan sejarah.

Kemudian, KNS juga memandang perlunya strategi kebudayaan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara poros maritim sekaligus menghidupkan kembali kegiatan nyata untuk menumbuh kembangkan semangat dan cinta laut.

*Adv

Artikel ini ditulis oleh: