Jakarta, Aktual.co — Para pengusaha rokok menilai besaran kenaikkan cukai rokok yang rata-rata mencapai 8,72 persen masih terlalu besar. Bahkan beberapa kenaikan tarif untuk kretek mesin yang lebih besar dari rokok putih mencerminkan hilangnya national interest pemerintah terhadap produk kretek nasional khas Indonesia.
 
Sebenarnya para pengusaha sudah memberikan hitungan kenaikkan cukai yang “lebih masuk akal” tanpa harus menggerus target cukai rokok yang dipatok di dalam APBN 2015 sebesar Rp 120,5 triliun.
 
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat yang berisi usulan kenaikkan cukai untuk tahun depan sebesar 5 persen.

“Kita sudah berkirim surat ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF) beberapa waktu lalu,” ujarnya.
 
Menurutnya, usulan kenaikkan cukai yang disodorkan Gappri sebesar 5 persen sejatinya sudah mampu memenuhi target penerimaan cukai rokok Rp120 triliun. Ismanu meyakinkan, kenaikkan cukai sebesar itu mampu menyelamatkan industri rokok yang jumlahnya dari tahun ke tahun semakin menipis.

“Gulung tikarnya pabrik rokok itu, nyata-nyata juga karena cukai rokok yang semakin besar,” tegasnya.
 
Jika melihat data jumlah pabrik rokok di Tanah Air dari tahun ke tahun terus berkurang. Gappri mencatat, pada  2009 jumlah pabrik rokok masih sebanyak 4.793 unit, namun data tahun lalu tinggal sebanyak 800 unit saja.
 
Meski demikian, besaran pendapatan pemerintah dari cukai rokok terus semakin membesar. Kalau pada 2009 realisasi penerimaan cukai rokok sebesar Rp 54,4 triliun, tahun lalu sudah meningkat dua kali lipat, yakni sebesar  Rp  102,7 triliun.
 
Menurut Ismanu, pihaknya sebenarnya terkejut dengan pemberitaan yang menyebut kenaikkan rata-rata cukai rokok untuk tahun depan sebesar 8,72 persen. “Kami terkejut dengan angka persentase kenaikkan itu karena perundingan kenaikkan cukai itu belum tuntas,” ujarnya.
 
Apalagi pada tahun depan industri harus menanggung Pajak Daerah dan Restribusi Daerah (PDRD) sebesar 10 persen dari angka besaran cukai yang dibayarkan per golongan tariff. Gambaran sederhananya, bila tarif cukai pabrikan golongan satu ditetapkan sebesar 16 persen, maka secara riil, pabrikan akan membayar sebesar 17,6 persen.
 
Seperti diketahui, saat ini pemerintah menggolongkan tiga golongan industri rokok dengan besaran cukai yang berbeda. Golongan 1 yaitu industri dengan produksi di atas 2 miliar batang rokok per tahun. Golongan 2 yaitu industri dengan produksi 300 juta-2 miliar batang rokok per tahun. Dan golongan 3 yaitu industri dengan produksi di bawah 300 juta batang rokok per tahun.  
 
“Pemerintah harus melihat, industri masih dikenakan PDRD sebesar 10 persen dari besaran cukai yang dibayarkan. Jadi ada tambahan sebesar 10 persen yang melekat, tapi terpisah dari pajak dan terpisah dari cukai,” jelasnya.
 
Kalau kemudian pemerintah berdalih kenaikkan setinggi itu karena tahun ini tidak menaikkan cukai, juga tidak benar. Tidak naiknya cukai pada tahun ini adalah perintah undang-undang ketika pemerintah menerapkan PDRD. “Jadi tahun ini cukai tidak naik itu bukan karena kebaikan hati pemerintah,” kritiknya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka