Terdakwa korupsi proyek kasus e-KTP Setya Novanto saat menjalani sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/1/). Dalam sidang tersebut hakim menolak nota keberatan Setya Novanto atas dakwaan JPU terkait kasus dugaan korupsi mega proyek e-KTP dengan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Mantan Ketua DPR Setya Novanto menanggapi penetapan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang baru ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama dengan dirinya yaitu kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik (KTP-e).

“Saya mendengar dari media, nanti kita lihat perkembangannya di sidang ya,” kata Setnov sebelum menjalani sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/3).

KPK mengumumkan penetapan Irvanto selaku mantan direktur PT Murakabi Sejahtera, salah satu peserta tender KTP-e sebagai tersangka pada 28 Februari 2018 lalu bersama-sama dengan rekan Setnov bernama Made Oka Masagung.

Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-e dengan perusahaannya yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-e.

Ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan ‘fee’ sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-e.

“Enggak ada urusannya dengan saya itu, ya nanti tanya di dalam persidangan,” tambah Setnov.

Setnov mengaku tidak pernah mencampuri urusan bisnis keponakannya.

“Saya sama sekali tidak pernah ikut campur urusan bisnis keponakan saya, terakhir saja mengabari, setelah ada masalah saya baru tahu kalau dia ikut lelang,” ungkap Setnov.

Ia pun meminta agar wartawan menanyakannya langsung kepada Irvanto.

“Yang seperti itu urusannya dia, saya tidak ikut campur, tapi lebih jelas tanya Pak Irvanto saja,” tambah Setnov.

Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar para periode 19 Januari – 19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Setnov secara berlapis dan melewati sejumlah negara.

Ia disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Irvanto dan Made Oka adalah orang ke-7 dan ke-8 yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi KTP-e. Enam tersangka sebelumnya adalah Irman, Sugiharto, Andi Agustinus (yang sudah divonis bersalah di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta), Anang Sugiana Sudiharja selaku dirut PT Quadra Solution, mantan ketua DPR Setya Novanto serta anggota DPR Markus Nari.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara