Jakarta, Aktual.com — Kerap mengkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, tersangka kasus suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Budi Supriyanto bakal segera dujemput paksa.

“Kalau dijemput paksa ya harus ditahan. Kalau tidak, itu bukan jemput paksa namanya,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantor KPK, Senin (14/3) kemarin.

Apalagi, sambung Saut, pihak penyidik sangat membutuhkan keterangan politikus Partai Golkar itu, dalam mengungkap kasus suap yang juga menjerat kader PDI-P Damawanti Wisnu Putranti.

“Tanpa keterangan itu namanya ketertutupan. Makin besar ketertutupan makin besar kecurigaan. Jadi harus ditanya lengkap niat baiknya.”

Budi Supriyanto sudah beberapa kali mangkir dari pemanggilan penyidik tanpa memberikan keterangan apapun, Senin (14/3). Budi sedianya diperiksa perdana sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian PUPR.

Dengan ketidakhadirannya ini, Budi telah dua kali mangkir dari pemeriksaan penyidik KPK. Sebelumnya, Budi mangkir saat dipanggil pada Kamis (11/3) lalu dengan alasan sakit. Untuk itu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, KPK akan menjemput paksa Budi.

Budi sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian PUPR. Penetapan Budi sebagai tersangka merupakan pengembangan atas kasus yang telah menjerat koleganya di Komisi V dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan tersangka Budi ditandantangani lima Pimpinan KPK pada Senin (29/2) lalu.

Berdasarkan pemeriksaan saksi dan alat bukti yang dimiliki KPK, Budi diduga menerima suap dari Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir. Suap ini diberikan agar PT WTU mendapat proyek di Kempupera. Atas perbuatan yang dilakukannya Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelum ditetapkan tersangka, Budi sempat melaporkan penerimaan gratifikasi senilai SGD 305.000 kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari lalu. Dalam laporannya, Budi yang diwakili penasihat hukumnya menyebut gratifikasi tersebut diterimanya dari rekan Damayanti yang bernama Julia Prasetyarini.

Namun, laporan tersebut ditolak lantaran berdasarkan analisis KPK, gratifikasi yang diterima Budi berkaitan dengan kasus suap terkait proyek Kementerian PUPR. Selain itu, pelaporan penerimaan uang tersebut diduga sebagai upaya Budi untuk terlepas dari jeratan pidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu