Ilustrasi : Kesepakatan Dagang dengan Gedung Putih, Data Pribadi WNI Dikelola AS

Jakarta, aktual.com – Pemerintah Indonesia dikabarkan akan menyerahkan pengelolaan data pribadi warganya kepada Amerika Serikat. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk pengakuan Indonesia terhadap AS sebagai negara atau yurisdiksi yang mampu memberikan perlindungan data pribadi secara memadai.

“Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai,” tulis Gedung Putih dalam Lembar Fakta bertajuk Amerika Serikat dan Indonesia Mencapai Kesepakatan Perdagangan Bersejarah, yang dikutip pada Rabu (23/7/2025).

Pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal AS telah melakukan reformasi signifikan dalam perlindungan data pribadi selama beberapa tahun terakhir. Hal ini menjadi pertimbangan utama dalam kerja sama yang terjalin antara kedua negara.

“Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun,” bunyi Lembar Fakta tersebut.

Meski pengelolaan data berada di bawah kendali perusahaan AS, Gedung Putih menegaskan bahwa pelaksanaannya tetap harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Kesepakatan terkait pengelolaan data ini menjadi bagian dari rangkaian kerja sama dagang yang lebih luas antara Indonesia dan Amerika Serikat, yang mencakup penetapan tarif resiprokal sebesar 19 persen. Dalam konteks ini, data pribadi menjadi salah satu elemen penting dalam upaya menghapus hambatan perdagangan digital antara kedua negara.

UU PDP Indonesia memperbolehkan transfer data pribadi ke luar negeri, namun dengan sejumlah persyaratan. Di antaranya, negara tujuan harus memiliki tingkat perlindungan yang sebanding atau lebih tinggi dari standar Indonesia. Jika tidak terpenuhi, maka pengendali data di Indonesia harus menyediakan mekanisme perlindungan yang mengikat dan memadai. Dalam hal mekanisme tersebut juga tidak tersedia, maka persetujuan eksplisit dari subjek data pribadi harus diperoleh terlebih dahulu.

Selain soal data pribadi, Indonesia juga menyatakan komitmennya untuk menghapus lini tarif dalam Harmonized Tariff Schedule (HTS) AS untuk ‘produk tak berwujud’, serta menangguhkan persyaratan terkait deklarasi impor. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap perdagangan digital global.

“Mendukung moratorium permanen bea masuk atas transmisi elektronik di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) segera dan tanpa syarat; dan mengambil tindakan efektif untuk mengimplementasikan Inisiatif Bersama tentang Regulasi Domestik Jasa, termasuk menyerahkan Komitmen Khusus yang telah direvisi untuk sertifikasi oleh WTO,” demikian isi Lembar Fakta tersebut.

Presiden AS, Donald Trump, menyatakan bahwa kesepakatan dagang ini akan memberikan manfaat besar bagi Amerika, terutama untuk sektor pekerja, eksportir, petani, dan inovator digital.

“Presiden Trump telah menyampaikan kesepakatan perdagangan yang berwawasan ke depan dan tangguh yang akan menguntungkan pekerja, eksportir, petani, dan inovator digital Amerika—kesepakatan ini adalah gambaran dan rasa kemenangan bagi seluruh rakyat Amerika,” kata Trump.

Sebagai catatan, AS saat ini memiliki defisit perdagangan barang terbesar ke-15 dengan Indonesia, dengan nilai mencapai 17,9 miliar dolar AS pada tahun 2024. Kesepakatan dagang ini diyakini akan menjadi langkah strategis dalam menyeimbangkan hubungan ekonomi kedua negara ke depannya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain