Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Hasya. (ilustrasi/aktual.com)
Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Hasya. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com-Rencana pemerintah memangkas dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) tahun ini sebesar Rp23,4 triliun berpotensi menyalahi konstitusi. Demikian dikatakan oleh Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Hasya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/8).

Politisi Partai Demokrat itu menjelaskan total alokasi anggaran TPG pada APBN-P 2016 sebesar Rp69,7 triliun. Jika pemangkasan dilakukan anggaran TPG akan menjadi Rp46,3 triliun. Pemerintah beralasan pemotongan dikarenakan terjadinya salah perhituangan jumlah guru yang sudag tersertifikasi dan pensiun.

“Rencana penundaan anggaran TPG sebesar Rp 23,4 triliun oleh Pemerintah sepatutnya disikapi tidak sekedar dengan alasan salah hitung. Ada persoalan lebih serius yang terlebih dahulu harus di jelaskan Pemerintah, yaitu, Pertama tentang adanya perbedaan data jumlah guru antara Kemenkeu dengan Kemendikbud. Kedua, Kalaupun ada pemotongan bagaimana posisi APBNP 2016 terhadap pemenuhan amanat konstitusi tentang anggaran pendidikan yang mewajibkan minimal 20%,” ujarnya.

Politisi asal Aceh ini menambahkan sebelum terjadinya pemangkasan APBN-P 2016 dirinya sudah mengingatkan akan adanya potensi kekacauan keuangan negara. Peringatan itu disampaikan Riefky pada saat hari pendidikan nasional bulan Mei silam.

“Karena Setiap pemotongan anggaran belanja nasional akan berdampak sistemik kepada turunnya anggaran pendidikan. Hal dikhawatirkan akan merembet kepada turunnya anggaran Program Indonesia Pintar, Sarana-Prasarana Sekolah dan Perguruan Tinggi (PTN/ PTS), Tunjangan Guru dan Dosen, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Uang Kuliah Tunggal (UKT), Program Beasiswa, hingga Dana Penelitian.” tuturnya.

Riefky berharap dengan masuknya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan problem tata keuangan negara dapat diselesaikan dengan baik.

“Harapan kami dengan hadirnya Ibu Sri Mulyani kembali menjabat sebagai Menkeu RI, beliau dapat mengambil kebijakan keuangan negara yang tepat agar kondisi kemunduran pembangunan sumber daya manusia melalui infrastruktur pendidikan nasional dapat terhindari” tegasnya.

Riefky juga memaparkan data kejanggalan perhitungan jumlah guru dengan dana TPG, berikut penjelasnya:

Pertama, Jumlah guru tersertifikasi dengan anggaran yang dipangkas tidak rasional. Jumlah guru yang dikatkan kelebihan hitung ada sebanyak 78.811 guru tetapi anggaran TPG yang ditunda sebesar Rp 23,4 triliun. Artinya alokasi anggaran per guru Rp 296,9 juta/tahun atau Rp 24,7 juta/bulan.

Kedua, data guru yang bersertifikat yang dikemukakan Menkeu sebanyak 1.300.758 orang (red-sebelum dikoreksi menjadi 1.221.947 orang), sementara data total guru menurut Kemendikbud yang disampaikan pada saat Raker dengan Komisi X pada tanggal 16 Juni 2016 menunjukkan bahwa guru yang diangkat sampai dengan tahun 2015 sebanyak 1.755.010 orang (tersertifikasi 1.638.240 orang). Ada perbedaan sejumlah 337.482 guru.

Ketiga, bila disandingkan dengan data pokok pendidikan dasar dan menengah per 27 Agustus 2016 akan berbeda lagi. Rekap Nasional Semester 2016/2017 ganjil , total guru ada sejumlah 1.648.237 orang (http://dapo.dikdasmen.kemendikbud.go.id/). Sampai disini ada tiga data yang berbeda. Pertama 1.300.758 guru, kedua 1.638.240 guru, dan yang terakhir 1.648.237 guru.

Keempat, Pada saat pembahasan RAPBN tahun anggaran 2016 Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud menyampaikan bahwa TPG naik tahun 2016. Kenaikan ini berdasarkan data, pada tahun 2016 akan ada 166 ribu guru yang disertifikasi. Artinya sampai dengan tahun 2016 akan ada 1,8 juta guru yang tersertifikasi. Dengan data ini, ada perbedaan 600 ribu guru yang tersertifikasi antara data Kemendikbud dengan Kemenkeu.

Kelima, Sesuai dengan amanat UU anggaran pendidikan diwajibkan 20% dari APBN. 20% Anggaran pendidikan dari total Anggaran 2.072,9 trilliun pada APBN P 2016 adalah sebesar Rp 416,6 triliun.

Jika anggaran TPG dipotong sebesar Rp 23,4 triliun maka anggaran belanja negara akan menjadi Rp 2.059,5 triliun dan anggaran pendidikan akan menjadi Rp 393,2 triliun atau masih di bawah 20% dari total anggaran belanja negara. Ini artinya ada potensi anggaran pendidikan tidak memenuhi amanat konstitusi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Artikel ini ditulis oleh: