Palu, aktual.com – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu K.H. Zainal Abidin mengimbau umat Islam di daerah itu menjadikan momentum Idul Fitri 1443 Hijriah untuk membangun penguatan imunitas sosial.

“Imunitas sosial sangat penting, bagaimana kita saling berbagi sesama manusia, tolong-menolong satu sama lain, membangun hubungan yang baik antarsesama manusia tanpa melihat latar belakang, merupakan satu bentuk penguatan imunitas sosial yang tentu sejalan dengan hikmah Ramadhan dan makna Idul Fitri,” ucap dia dihubungi dari Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (1/5) malam.

Zainal Abidin yang juga Guru Besar Pemikiran Islam UIN Datokarama Palu itu, mengemukakan setiap ibadah, termasuk ibadah puasa, di dalamnya terkandung pesan moral atau “maqashid”.

Bahkan, ujar dia, begitu mulia pesan moral ini, Rasulullah SAW menilai “harga” suatu ibadah itu dinilai dari sejauh mana umat menjalankan pesan moral yang dikandung.

Ia menjelaskan tentang ibadah yang tidak meningkatkan akhlak. Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa ibadah itu tidak bermakna, yang dengan kata lain, tidak mengamalkan pesan moral ibadah itu.

Dalam suatu hadis, katanya, diriwayatkan bahwa pada Bulan Ramadhan ada seorang perempuan mencaci maki pembantunya. Nabi Muhammad SAW mendengarnya, lalu menyuruh seseorang untuk membawa makanan dan memanggil perempuan itu. Nabi kemudian meminta perempuan itu menyantap makanan tersebut. Akan tetapi, perempuan itu menjawab bahwa dirinya sedang berpuasa.

“Nabi menjawab, ‘Bagaimana mungkin kamu berpuasa padahal kamu mencaci maki pembantumu’. Sesungguhnya puasa adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang tercela. Betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang kelaparan,” ujar Zainal Abidin yang juga Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Ia menjelaskan tentang pesan moral ibadah puasa.

“Kata-kata Beliau (Nabi Muhammad SAW, red.) menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang yang hanya menahan lapar dan dahaga saja tetapi tidak sanggup mewujudkan pesan moral ibadah itu, tidak lebih dari sekadar orang-orang yang lapar saja,” katanya.

Ia mengatakan substansi ibadah puasa bukan terletak pada lapar dan haus tetapi menghadirkan rasa lapar dan haus itu dalam diri agar peduli terhadap sesama dan melawan hawa nafsu.

Zainal juga mengemukakan Idul Fitri 1443 Hijriah memiliki nuansa yang berbeda dengan perayaan serupa tahun lalu dan tahun sebelumnya. Jika tahun lalu perayaan Idul Fitri secara terbatas karena protokol kesehatan, maka tahun ini umat Islam bisa kembali merayakannya secara terbuka bersama keluarga dan saudara-saudara lainnya.

“Kita harus menyambut ini dengan penuh kesyukuran sembari tetap merawat semangat kepedulian kita terhadap sesama,” katanya.

Oleh karena itu, sebut dia, Ramadhan dan Idul Fitri 1443 Hijriah menjadi momentum penting untuk umat melakukan restorasi sosial dan membangun penguatan imunitas sosial yang berbasis kebangsaan serta semangat humanitarian.

“Maka Ramadhan dan Idul Fitri mengantar setiap individu muslim yang memiliki moral yang baik, solidaritas untuk saling menguatkan demi percepatan pemulihan segala aspek di tengah pandemi COVID-19,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Rizky Zulkarnain