Kairo, Aktual.com – Masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang belum memahami tuntunan Islam dalam hal melaksanakan amaliah ibadah, dengan pengertian bahwa diantara mereka ada yang hatinya bergantung pada amal perbuatannya bukan bersandar pada Allah SWT. Hatinya selalu terhubung dengan nafsu syahwat semata, dan apabila hasrat keinginannya itu tidak terpenuhi maka ia pun bermunajat kepada Tuhannya seraya berkata: ”Ya Allah Tuhanku, mengapa Engkau berbuat seperti ini kepadaku?”.
Hal yang demikian itu mencerminkan sikap seorang hamba yang seakan-akan memperlakukan Tuhannya sebagai partner dalam kehidupannya, tidak bersikap dan beretika sebagaimana mestinya seorang hamba kepada Tuhannya. Dan orang yang memiliki tipe semacam itu seakan ia tidak sedang berhubungan dengan Allah Tuhan semesta alam. Lebih dari itu, lisannya yang sering mengucap kalimat takbir tetapi (tanpa rasa malu kepada Allah SWT) berani berbuat maksiat saat ia luput dari pandangan manusia dan menampakan ketaatannya kepada Allah SWT di hadapan orang lain.
Jika demikian, maka hanya lahiriahnya saja orang tersebut sebagai muslim sementara batin/hatinya belum Islam.
Sikap ridha atas aturan (perintah/larangan) dan pemberian-Nya merupakan bukti Islam (ketulusan) nya hati seseorang sedangkan melaksanakan ibadah dan ketaatan adalah perwujudan dari islamnya secara lahiriah. Oleh karenanya, sembahlah Allah SWT melalui anggota badanmu dengan (cara) banyak melakukan amaliah ibadah dan sembahlah Dia melalui hatimu dengan sikap batin yang ridha akan keputusan-Nya, bertawakkal dan bersandar kepada-Nya.
Pengetahuan mengenai hal tersebut (di atas) merupakan ilmu yang utama yang dapat mengantarkan seseorang pada maqam khashyah (takut) kepada Allah SWT dan suatu ilmu pengetahuan yang tidak disertai rasa takut kepada Allah SWT adalah ilmu yang madharat. Ketahuilah bahwa meskipun seseorang menyandang titel akademis yang tinggi jika dengan ilmu tersebut tidak menjadikannya takut kepada Allah SWT maka ilmunya tidak bermanfaat.
Sebaliknya jika ada seseorang yang tidak bisa baca tulis namun dapat memahami berbagai hakikat yang melahirkan rasa takut kepada Allah SWT maka dia adalah seorang ‘alim (yang berilmu) karena tulisan dan bacaan hanya sebagai wasilah (perantara) untuk mencapai ilmu pengetahuan bukan subtansi ilmu itu sendiri.
Apabila hal demikian sudah dapat kamu cerna dengan baik, tentu engkau akan mengerti dan sadar bahwa seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT (meskipun ia buta huruf) kedudukannya lebih berilmu dan mulia dibanding orang kafir (yang tidak mengenal dan takut kepada Allah SWT) meskipun ia telah menyelesaikan jenjang pendidikan yang paling tinggi sekalipun.
Walaupun orang-orang kafir itu mengantongi sejumlah gelar akademi dan menduduki bermacam-macam jabatan di sejumlah universitas maupun pusat-pusat penelitian ilmiah, namun ketika (kecerdasannya) tidak bisa menjangkau bahkan menolak kebenaran yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya maka tetap saja mereka bodoh dalam mencerna haqaiq (kebenaran-kebenaran haqiqi) dan dengan berjubelnya gelar tersebut, mereka tidak lantas menjadi lebih mulia dan lebih mengerti daripada seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT dan yakin akan haqaiq(kebenaran-kebenaran haqiqi) yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Meskipun seorang muslim tersebut buta huruf akan tetapi mampu untuk makrifat kepada Allah SWT dan bisa memahami hakekat kebenaran tanpa ada keraguan sedikit pun di dalam hatinya.
Nabi SAW mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berlindung kepada Allah SWT dari ilmu yang madharat yang tidak membawa manfaat, doa beliau SAW:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا
“Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tak kenal puas dan doa yang tidak terkabulkan” (HR: Bukhari dan Muslim).
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kaum muslimin umat Nabi Muhammad SAW adalah mereka yang disebut dengan orang-orang yang memiliki ilmu sejati yang bermanfaat, karena pada hakikatnya ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dapat menghantarkan seseorang pada keimanan, makrifat dan takut kepada Allah SWT.
Tausiyah Syech Dr. Yusri Rusydi Jabr dalam Khutbah Jumat di Masjid Al-Asyraf Muqatham, Kairo Mesir
Deden Sajidin
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan