Jakarta, Aktual.com — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia diminta untuk memberikan perhatian terhadap kondisi nelayan perempuan yang ada di Indonesia. Pasalnya, saat ini kondisi perempuan nelayan masih sangat memprihatinkan. Mereka rata-rata belum mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan dari negara.

Hal ini terungkap dalam diskusi Refleksi 2015 dan Proyeksi 2016 Kelautan dan Perikanan yang diselenggarakan oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) di Bakoel Koffie, Jakarta, Senin (11/1).

Sekretaris Jenderal KIARA, Abdul Halim mengemukakan, sejak pendirian Kementerian Kelautan dan Perikanan, 14 tahun yang lalu, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum menyentuh persoalan perempuan nelayan.

Halim menyebutkan, UU Nomor 16 tahun 1964, UU Nomor 3 tahun 2004, UU Nomor 45 tahun 2009, UU Nomor 27 tahun 2007, UU Nomor 1 tahun 2014 dan UU Nomor 32 tahun 2014 yang semuanya tentang perikanan dan kelautan belum menyebutkan secara rinci dan jelas terkait dengan perlindungan terhadap nelayan perempuan.

“Terakhir Instruksi Presiden Nomor 15 tahun 2011 Tentang Perlindungan Nelayan belum mengakomodir kepentingan dan perlindungan politik bagi Nelayan Perempuan,” kata Halim.

Tiadanya skema perlindungan dan pemberdayaan nelayan, lanjut Halim, adalah buntut tiadanya pengakuan terhadap nelayan perempuan.

Olehnya itu, lewat draft RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam tertanggal 27 Agustus 2015 yang saat ini dibahas di DPR-RI menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengakui keberadaan perempuan nelayan.

Halim menyebut, Pusat Data dan Informasi KIARA mencatat sedikitinya 56 juta masyarakat di Indonesia terlibat di dalam aktifitas perikanan.

Aktifitas ini mulai dari penangkapan, pengolahan, sampai dengan pemasaran hasil tangkapan. KIARA menyebutkan, dari jumlah itu, 70 persennya adalah perempuan nelayan.

” Jadi berdasarkan data kami, per Mei 2014 ada sekitar 39 juta orang atau sekitar 70 persen dari total 56 juta orang yang berprofesi sebagai nelayan, pembudidaya dan petambak garam tersebut adalah perempuan,” sebutnya.

Kendati berkonstribusi besar, nasib perempuan nelayan masih memprihatinkan. Padahal, menurut Halim, Pusat Data dan Informasi KIARA per November 2015 mencatat sedikitnya 48 persen pendapatan keluarga nelayan dikonstribusikan oleh perempuan nelayan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan