Menko Perekonomian Darmin Nasution

Jakarta, Aktual.com – Kehadiran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) didaulat untuk menutup proses perdagangan akhir tahun 2016 ini menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang batal hadir.

Namun kehadiran Darmin ini sepertinya cukup memerahkan telinga para direksi Bursa. Pasalnya, menurut Darmin, kinerja Bursa saat ini kurang menggembirakan dari sisi mengundang para emiten baru untuk menjadi perusahaan terbuka.

“Walau pertumbuhan IHSG (Indeks Harha Saham Gabungan) cukup membanggakan, tapi kita harus menerima kritik. Sebab dari jumlah emiten baru dalam catatan saya hanya 15 pada tahun ini. Berarti menjadi terburuk dalam tujuh tahun terakhir,” papar Darmin, di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (30/12).

Memang, sepanjang tahun ini, dari target BEI yang ingin mengundang calon emiten untuk melakukan proses penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) sebanyak 35, ternyata hanya mendapat 15 emuten baru.

Selain itu, kata dia, dari sisi ASEAN Governance Scorecard, emiten-emiten Indonesia juga masih tertinggal dari emiten-emiten negara ASEAN lainnya.

Meski begitu, kata dia, ke depan semakin banyak peluang untuk mendatangkan emiten-emiten baru. Apalagi adanya program tax amnesty kendati belum sempurna, tapi membuka harapan untuk perbaikan IHSG di tahun depan.

Ditambah lagi untuk menggenjot IPO bisa didapat dari perusahaan-perusahaan keluarga. Untuk itu, kata Darmin, perusahaan-perusahaan keluarga perlu didorong untuk melakukan IPO.

“Di Indonesia banyak perusahaan yang dimiliki keluarga. Dan mereka menghindar untuk terbuka (tbk). Karena apa? Ini karena sektor pajak. Tapi sebaiknya perusahaan keluarga IPO saja, karena apalagi yang mau ditutup-tutupi lagi sekarang,” ungkap dia.

Semenetra itu Direktur Utama BEI, Tito Sulistio hanya mengutarakan keberhasilan IHSG dari sisi nilai transkasi. Di tahun ini, nilai pengalangan dana melalui pasar modal mencapai Rp674,39 triliun sementara tahun 2015 hanya Rp473 triliun.

“Jumlah dana yang berhasil dihimpun di sepanjang 2016 mencapai nilai tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia. Jumlah tersebut mencapai Rp674,39 triliun dan US$ 247,50 juta,” ujar dia.

Tito merinci, nilai itu terdiri dari aktivitas pencatatan saham perdana (IPO) sebesar Rp12,11 triliun, Pencatatan Saham dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (rights issue) sebesar Rp61,85 triliun, penerbitan waran sebesar Rp1,14 triliun.

Kemudian 84 emisi baru obligasi dan sukuk korporasi yang diterbitkan oleh 56 Perusahaan Tercatat dengan nilai Rp113,29 triliun dan US$ 47,50 juta, 1 Exchange Traded Fund (ETF) senilai Rp6,3 miliar, 2 emisi Efek Beragun Aset (EBA) senilai Rp1,37 triliun, serta 220 seri Surat Berharga Negara (SBN) yang dicatatkan di tahun ini dengan nilai Rp484,63 triliun dan US/ 200 juta.(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid