Ilustrasi Patung Berhala dimasa Nabi Ibrahim AS

Jakarta, Aktual.com– Allah SWT memiliki kekasih dari seorang Nabi yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihisalam. Allah SWT mengutus Nabi Ibrahim kepada kaum Kaldan, salah satu kaum yang suka menyembah berhala.

Nabi Ibrahim senantiasa berdakwah kepada kaumnya, salah satu cara dakwah beliau adalah memberi makan kepada orang-orang lain. Akan tetapi, Nabi Ibrahim memliki syarat khusus agar bisa makan gratis di rumahnya, yaitu dengan menunjukkan bahwa ia menyembah Allah SWT.

Jika jawabannya iya, maka mereka diajak makan oleh Nabi Ibrahim. Sebaliknya, jika jawabannya tidak, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk ikut makan. Pada suatu saat, Nabi Ibrahim kedatangan seorang majusi, karena keadaannya yang sangat lapar, ia berharap bisa ikut makan gratis dengan beliau.

Akan tetapi, Nabi Ibrahim tidak memperkenankannya. Karena hal tersebut, Allah SWT menegur beliau dengan berfirman, “Bagaimana kamu Ibrahim, kamu mengajak orang lain ikut makan dengan dirimu akan tetapi harus memiliki syarat menyembah aku?”

“Lalu, aku harus seperti apa ya Allah?” tanya Ibrahim.

“Aku senantiasa memberikan makan makhluk hidup tanpa melihat siapa dia. Orang majusi itu telah kuberikan makan sejak dulu, lalu kamu memberikan makan orang yang tidak setiap hari saja harus memakai syarat,” firman Allah SWT.

“Ampuni aku ya Allah,” jawab Ibrahim

Kemudian Nabi Ibrahim memanggil majusi tersebut dan mengajaknya makan. Majusi itu pun kaget dan bertanya, “Mengapa kamu memanggil aku lagi? Bukannya aku tidak bisa makan bersama kamu karena aku tidak menyembah Tuhanmu?”

“Allah SWT memberi tahuku agar memberi makan kepada siapapun tanpa pernah memandang apa yang disembah,” jawab Ibrahim As.

Mendengar jawaban itu orang Majusi sangat berbahagia dan berkata, “Betapa baiknya Tuhanmu. Jika benar begitu, beritahu kepadaku siapa Tuhanmu dan bagaimana aku bisa menyembah-Nya?”

Dari kisah di atas, kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga yaitu untuk senantiasa berbuat baik kepada siapapun tanpa pernah memandang agama, suku, derajat, dan lain-lain.

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra