Jakarta, Aktual.co — Andri Rizky Putra merasa ada yang salah dengan sistem ketidakjujuran dalam sistem pendidikan Indonesia yang seperti ini. Saat ia duduk dibangku sekolah menengah pertama, Rizki sudah ingin menyampaikan aspirasinya tentang penolakan kebiasaan buruk yang dilakukan murid dan guru.
Saat itu ujian nasional tengah berlangsung, Rizki tak terima melihat kelakuan teman sekelas dan juga pengawas yang seakan membiarkan kegiatan contek menyontek. Rizki termasuk siswa berprestasi dan menonjol di bidang akademik di salah satu sekolah unggulan di Jakarta. 
Rizki bahkan sempat berpikir untuk melaporkan kejadian itu pada Indonesia Corruption Watch (ICW) dan mengekspos ke media, namun ditahan orang-orang dekatnya. Berlanjut saat ia berhasil masuk SMA unggulan di Jakarta. Ia semakin gerah melihat rutinitas murid-murid dan guru sekolah formal. Ia memutuskan untuk mengikuti unschooling. Unschooling merupakan jalur pendidikan tanpa lembaga.
Berkat kecerdasannya, Rizki berhasil masuk Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan lolos menjadi mahasiswa Universitas Indonesia jurusan hukum. Menginjak usia 20 tahun Rizki berhasil lulus dengan predikat Cum Laude. Pemerintah Indonesia rupanya belum memaksimalkan lulusan homeschooling dan Unschooling untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak sekolah formal saat melanjutkan jenjang kuliah. Pada 2007 Rizki tembus SNM PTN dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI). Bahkan, dekan fakultasnya heran karena ada mahasiswa dengan ijazah paket. Toh, pada 2011, pada usia 20 tahun, dia justru menjadi lulusan terbaik dengan predikat cum laude.
Pengalaman panjangnya dalam bersekolah itu memicu Rizki untuk membuat sekolah gratis. Tak sekadar gratis, dia membantu murid-muridnya mendapatkan ijazah paket A, B, dan C. Yayasan pertama yang dia dirikan adalah masjidschooling. 
Dia menamai masjidschooling karena proses pembelajarannya bertempat di teras Masjid Baiturrahman di bilangan Bintaro. Rizki pun menjadi guru bagi puluhan muridnya yang putus sekolah. Selain itu, dia dibantu mengajar oleh ibu-ibu rumah tangga dan para mahasiswa STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Hingga kini masjidschooling sudah berjalan empat tahun.
Selain samping itu, Rizki yang saat ini menjadi konsultan di firma hukum Baker and MzKenzie juga menjadi founder Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB) pada 2012. Berbeda dengan masjidschooling yang cenderung bersegmen untuk warga muslim karena dikelola ibu-ibu pengajian, YPAB lebih plural. 
Konsep pendidikan di YPAB juga fleksibel. Sebab, tutor di YPAB merupakan anak-anak muda berusia 20 hingga 30 tahun dengan berbagai latar belakang pendidikan dan profesional. Mereka menjadi relawan setia yang mengajar tanpa bayaran. 
”Saya tidak memaksa murid untuk punya nilai bagus. Tapi, menekankan pentingnya kejujuran. Lihat, koruptor itu adalah orang-orang pintar, namun sudah tidak jujur sejak dalam pikiran,” tegas Rizki yang juga giat di Brunch Club, komunitas pencetus ide-ide pemula bisnis TI atau Start Up itu. Dikutip dari laman hati berkisah, Senin (27/10).