“Bung Karno itu hebat karena dia pernah berkata kalau dia tidak menjadi seorang presiden maka dia akan menjadi seorang pelukis. Bahkan saat Agresi Militer Belanda II, dia masih sibuk mengurus Affandi agar bisa berkuliah di India, padahal di sini sedang genting tapi dia sempat mengurus soal seni,” ungkap Kurniawan.
Lukisan perjuangan lain adalah “Persiapan Gerilya” karya Dullah yang dibuat pada 1949 dan merekam aktivitas pejuang sebelum perang gerilya dimulai, seperti menyiapkan amunisi, meminum air dalam kendi dan juga mengobrol. Lukisan itu pun menjadi sampul buku “Di Bawah Bendera Revolusi” karya Sukarno.
“Pak Dullah saat melukis tidak bisa imajinatif tapi harus ada objeknya. Jadi lukisan ini modelnya memang orang-orang terdekat Bung Karno, ada tukang kebun, supir, tukang-tukang batu dari Wonosari disuruh memeragakan adegan-adegan itu,” cerita Kurniawan.
Lukisan berukuran cukup besar itu bahkan sebenarnya sudah dipotong di sisi kirinya sehingga bila diperhatikan dengan jeli hanya separuh tubuh seseorang yang tampil di dalam lukisan itu.
“Pak Dullah saja sampai menangis karena lukisannya dipotong. Pak Sudjojono yang sama-sama pelukisnya Bung Karno mengatakan bahwa Bung Karno tidak pesan sepanjang ini ‘Kenapa kamu lukis sepanjang ini?’ Makanya dipotong menggunakan gunting dan Pak Dullah pun menangis,” ungkap Kurniawan.
Artikel ini ditulis oleh: