Jakarta, Aktual.com – Deportasi yang dilakukan otoritas Hongkong kepada Ustad Abdul Somad (UAS) sudah semestinya menjadi perhatian pemerintah.

Anggota Komisi I DPR RI Arwani Thomafi mengatakan dari hasil komunikasi dengan Konsulat Jenderal RI di Hongkong bahwa acara pengajian Ustd Abdul Somad (UAS) sudah mendapatkan izin.

Akan tetapi, soal penolakan Ustad Somad, menurut informasi pihak Konjen, merupakan murni otoritas pemerintah setempat.

“Kami mendesak kepada Kemenlu melalui otoritas pemerintah RI di Hongkong untuk mengklarifikasi insiden yang menimpa Ustad Somad tersebut,” kata Arwani melalui siaran tertulisnya, di Jakarta, Senin (25/12).

“Prinsipnya, tidak boleh siapapun diperlakukan seperti penjahat atau teroris hanya lantaran simbol agama baik berupa nama,  kartu identitas dan sejenisnya,” tegasnya.

Menurut politikus PPP itu, jangan sampai penolakan tersebut dipicu sikap islamophobia yang mengaitkan tulisan Arab dengan terorisme. Padahal, Ustad Somad ke Hongkong dalam rangka berdakwah di hadapan pekerja migran di Hongkong.

“Karena itu, klarifikasi ini penting sebagai pesan kepada negara lain tentang komitmen RI memberi perlindungan terhadap WNI di luar negeri,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menyayangkan peristiwa yang dialami ustad asal Riau tersebut saat memenuhi undangan pengajian warga Indonesia di sana.

“Kementerian Luar Negeri memiliki Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri di bawah Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler bisa menanyakan imigrasi Hongkong mengapa mendeportasi Ustadz Abdul Somad, sehingga jelas dan tidak ada praduga” kata Kharis dalam keterangan tertulis ditulis Senin (25/12).

Dikatakan Kharis, sebagaimana amanah konstitusi seperti dalam pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwa melindungi WNI adalah kewajiban negara dan merupakan amanat konstitusi.

“Perlindungan WNI di luar negeri merupakan prioritas utama bagi Kemenlu RI, apabila semua WNI sudah memenuhi syarat dan administrasi prosedural dan sah untuk memasuki wilayah negara lain dan kemudian dideportasi, kita berhak menanyakan apa yang salah dari WNI tersebut,” tegas politikus PKS itu.

Masih dikatakan dia, meskipun melindungi WNI adalah kewajiban negara, namun masyarakat Indonesia perlu diberi pemahaman dan kesadaran bahwa mereka harus mampu menjaga dirinya sendiri (self protection). WNI yang akan bepergian ke luar negeri harus memahami prosedur, ketentuan yang berlaku baik di Indonesia maupun di negara tujuan, hak dan kewajiban. Dan hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama untuk memberikan pemahaman tersebut.

“Ketika kita berada di luar negeri, dimana kewenangan Pemerintah RI dibatasi oleh adanya kedaulatan hukum di negara dimana WNI tersebut berada, pemerintah tetap harus melindungi WNI sesuai aturan hukum Internasional dengan tetap menghormati hukum di negara tersebut” pungkas Kharis menjelaskan.

Untuk diketahui, sebagaimana yang dijelaskan di Pasal 19 huruf b Undang-Undang No.37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri secara tegas menyatakan bahwa Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban “inter alia” antara lain memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang