Dialog Pilar Negara tema "Menjaga Kedaulatan Laut NKRI dari Visi Pertahanan dan Budaya" pembicara Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI TB Hasanuddin dan Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana (kanan) di Ruang Presentasi MPR Nusantara IV Jakarta. Senin (22/6/2015). TB Hasanudin mengatakan, tahun 2009 sudah buat konsep kapal patroli cepat dengan mengeluarkan anggaran sebesar Rp 67 triliun untuk patroli 10. Batas negara. Sayangnya 10 batas negara itu masih belum bisa terselesaikan dengan baik. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi I DPR TB. Hasanuddin mengajak semua pihak ikut mendukung dan mengembangkan industri strategis pertahanan dalam negeri. Khususnya mendukung langkah PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengkombinasikan kemampuan yang ada.

“Di PT Dirgantara Indonesia tidak hanya bicara industri strategis pertahanan saja, namun industri lain seperti angkutan udara,” ujar TB. Hasanuddin dalam diskusi ‘Penguatan Alutsista Melalui Transfer Teknologi’ di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/4).

Dia menjelaskan, selama ini PTDI sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pengembangan produk-produk Alutsista. Menurutnya, selama ini PT DI sudah menjalin kerjasama dengan beberapa negara seperti Spanyol dan Boeing serta Heli dengan negara Eropa.

Politisi PDI Perjuangan itu menilai ‘core’ bisnis PT DI bukan hanya di industri pertahanan saja namun alat angkut nasional, alat angkut udara seperti heli angkut.

“Jadi begini awasi saja, kalau ada kekurangan kecurangan yang dilakukan ‘partner’ kita tegakkan secara hukum tapi tidak perlu dibunuh pelan-pelan,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Mantan Menteri Riset dan Teknologi AS Hikam juga menjelaskan kebijakan politik dan pertahanan Indonesia masih belum didasari ancaman yang dihadapi sekarang dan di masa depan. Sebab, Kata dia, paradigma yang dianut masih melihat kedalam sehingga mempengaruhi pembelian Alutsista.

“Perkembangan Iptek dan industri strategis harus didasari paradigma yang berubah,” katanya.

Menurut dia, kesemuanya harus dikembalikan pada industri pertahanan yang lengkap seperti penelitian dan pengembangan industri pertahanan dengan libatkan DPR.

“Kalau tidak maka industri pertahanan Indonesia akan tergantung misalnya kriteria senjata apa yang cocok untuk Indonesia,” pungkasnya.

(Nailin Insa)

Artikel ini ditulis oleh: