Jakarta, Aktual.co — Ketua Komisi VI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir mengatakan, pihaknya akan segera memanggil pihak pemerintah untuk meminta penjelasan soal penaikan harga BBM bersubsidi.
Hal itu dikarenakan harga penaikan BBM sebesar Rp 2.000 tidak sesuai dengan asumsi-asumsi dasar dari pemerintah, dan di luar daripada logika parlemen.
“Sehingga kami perlu meminta pendalaman kepada pemerintah bagimana penaikan BBM ini bisa mencapai angka tersebut,” kata dia kepada wartawan, di ruang rapat Komisi VI DPR, Jakarta, Kamis (20/11).
Ketika ditanya, bagaimana jika pemerintah menolak pemanggilan oleh Komisi VI DPR kepada kementerian terkait dengan alasan sebelum UU MD3 rampung direvisi, atau berkhirnya dualisme parlemen. Politikus PAN itu mengingatkan jika pemerintah tidak bisa berlindung dalam polemik tersebut.
Sebab, keputusan pemerintah apapun itu termasuk penaikan harga BBM tetap perlu keputusan politik dari parlemen.
“Pemerintah tidak bisa mengambil keputusan sendiri soal anggaran itu menjadi persolan besar, karena kita (DPR) sebagai pemegang kuasa anggaran ini, dan mereka (pemerintah) sebagai pelaksana anggaran,” kata dia.
“Misalnya, etika diputus Rp 2.000 lalu ada ‘feedback’ uang Rp 125 T (triliun), mau diapakan kalau kita tidak restui, nomenklaturnya juga masih belum jelas, seperti KIP, KIS, dan KKS itu hanya perubahan dari kata-kata BOS, BOP dan BPJS, tidak bisa mengubah UU itu serta merta langsung berjalan harus diselesaikan dulu. Karena indikator ekonomi itu harus menjadi pegangan pemerintah sesuai dengan UU APBN-P, boleh dinaikan asal harga minyak melebihi USD 105 per barrel.”
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang