Menkeu Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (8/3). Menkeu menyatakan sebanyak 4.551 fungsional pemeriksa dan penyidik pajak di seluruh Indonesia akan membantu optimalisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/nz/16.

Jakarta, Aktual.com — Komisi XI DPR RI menyetujui RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) untuk dibawa dan diambil keputusan pada pembicaraan tingkat II atau Rapat Paripurna DPR RI.

“Ini hasil yang bersejarah karena RUU ini sudah disampaikan sejak 2008 dan baru sekarang disepakati,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menanggapi persetujuan Komisi XI tersebut dalam rapat kerja di Jakarta, Kamis (17/3).

Rapat kerja yang dihadiri oleh pimpinan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mendengarkan pandangan mini fraksi untuk pengambilan keputusan pembicaraan tingkat I terhadap RUU PPKSK.

Menkeu juga memberikan apresiasi kepada Komisi XI DPR atas kerja sama yang baik selama pembahasan RUU PPKSK dan mengharapkan adanya koordinasi lanjutan agar implementasi dari aturan hukum ini bisa berjalan lebih efektif.

“Kami mengharapkan dalam pelaksanaannya, DPR tetap memberikan supervisi dan teguran apabila ada bagian UU yang tidak dijalankan dengan baik, karena supervisi ini juga merupakan bagian “check and balances”,” katanya.

Sebanyak sepuluh fraksi di Komisi XI seusai menyampaikan pandangan mini fraksi kemudian menyetujui RUU yang terdiri dari delapan bab dan 55 pasal ini, untuk diambil keputusan dan disetujui menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Anggota Dewan Komisioner OJK Nelson Tampubolon menambahkan setelah RUU PPKSK disetujui menjadi UU, maka aturan hukum pendukung dari UU ini segera diterbitkan dalam jangka waktu dekat.

“Nanti ada tiga peraturan OJK yang harus dirumuskan dalam setahun harus selesai. Misalnya soal penentuan “bail-in”, seperti apa nanti peraturannya,” jelas anggota merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK ini.

Secara garis besar, RUU PPKSK ini berisi protokol pencegahan dan penanganan krisis dengan menggunakan skema “bail-in” yaitu melakukan penanganan apabila bank mengalami masalah solvabilitas dengan bantuan OJK dan melaksanakan program restrukturisasi bagi bank berdampak sistemik melalui panduan LPS.

RUU ini juga menyatakan adanya peran dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK dan Ketua Dewan Komisioner LPS yang mengadakan rapat berkala untuk menentukan situasi ekonomi dalam kondisi normal atau krisis.

Presiden, setelah menerima rekomendasi KSSK, bisa memutuskan atau menolak rekomendasi tersebut dan memberikan kepastian paling lambat 1×24 jam, agar dilakukan program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh LPS.

Dengan demikian, skema penyelamatan dengan pengucuran dana “bail-out” seperti penanganan krisis pada 2008 sudah tidak lagi dilakukan, bahkan dana restrukturisasi berasal dari pemegang saham bank, hasil pengelolaan aset bank, kontribusi industri perbankan dan pinjaman yang diperoleh LPS dari pihak lain.

Selain itu, RUU ini juga mensyaratkan penentuan daftar bank-bank berdampak sistemik yang harus disusun dalam waktu tiga bulan sejak RUU ini disetujui dan disahkan menjadi UU yang berlaku tetap.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka