Jakarta, aktual.com – Dua tokoh ternama di Wall Street telah mengungkapkan keprihatinan bahwa konflik antara Israel dan Hamas di Gaza berpotensi memicu resesi global. Mereka merasa bahwa krisis kemanusiaan ini bisa menambah kompleksitas tantangan ekonomi yang sedang dihadapi oleh dunia.

Larry Fink, yang merupakan Kepala Eksekutif dari BlackRock, perusahaan manajemen aset terbesar di dunia, menyatakan bahwa perang antara Israel dan Hamas, serta invasi Rusia ke Ukraina, telah membawa dunia ke arah yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Risiko geopolitik merupakan komponen utama dalam membentuk seluruh kehidupan kita,” kata Fink dikutip dari The Guardian, Senin (6/11).

Menurut Larry Fink, meningkatnya ketakutan dapat mengakibatkan penurunan dalam konsumsi atau pengeluaran yang lebih rendah. Hal ini berpotensi memicu resesi dalam jangka panjang, dan jika tingkat ketakutan terus meningkat, kemungkinan terjadinya resesi di Eropa dan Amerika Serikat akan semakin besar.

Jamie Dimon, yang merupakan kepala dari bank terbesar di Amerika, JP Morgan, menyatakan kepada surat kabar yang sama bahwa perpaduan perang antara Israel dan Hamas dan invasi Rusia ke Ukraina dianggap cukup menakutkan dan sulit untuk diprediksi.

“Apa yang terjadi di bidang geopolitik saat ini adalah hal terpenting bagi masa depan dunia – kebebasan, demokrasi, pangan, energi, imigrasi,” ucapnya.

Komentar tersebut muncul tiga minggu setelah pernyataan serupa yang cukup dramatis dari Dimon, yang merupakan salah satu tokoh finansial paling terkenal di dunia.

Tiga minggu yang lalu, ia mengeluarkan peringatan bahwa dunia saat ini sedang mengalami masa yang sangat berisiko, yang merupakan salah satu periode paling berbahaya dalam beberapa dekade terakhir. Eskalasi konflik yang terjadi dapat berdampak luas terhadap harga energi, harga makanan, perdagangan internasional, dan hubungan diplomatik.

Salah satu alasan mengapa konflik antara Israel-Hamas dianggap sebagai ancaman ekonomi global adalah karena ketergantungan dunia pada pasokan minyak dari wilayah tersebut, yang mengendalikan sekitar sepertiga pasar minyak dunia. Para ahli ekonomi sering kali khawatir bahwa lonjakan harga minyak dapat memicu resesi global.

Kinerja ekonomi yang lemah menandakan bahwa ancaman resesi telah mulai muncul. Pada pekan lalu, Bank of England menyatakan dalam laporan kebijakan moneternya bahwa pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Inggris diperkirakan akan stagnan pada kuartal III-2023, yang lebih rendah dari proyeksi yang diumumkan pada bulan Agustus 2023.

Anna Anthony, yang menjabat sebagai Managing Partner EY dalam sektor jasa keuangan di Inggris, menyatakan bahwa Inggris masih berada pada jalur yang benar untuk menghindari terjadinya resesi tahun ini, tetapi kondisi ekonominya masih dihadapkan pada berbagai tantangan.

“Tekanan biaya hidup yang signifikan terus mempengaruhi kemampuan belanja rumah tangga dan semakin banyak rumah tangga yang mengalami kesulitan untuk memenuhi pembayaran pinjaman,” imbuhnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain