Jakarta, Aktual.com – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menegaskan bahwa dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan pihaknya selalu berpedoman pada KUHAP dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Demikian pernyataan Febri saat diminta menanggapi Telegram Rahasia (TR) Divisi Profesi dan Pengamanan Polri bernomor KS/BP-211/XII/2016/Divpropam. Dimana, dalam TR menyebutkan bahwa setiap penegak hukum, seperti KPK, kejaksaan, dan pengadilan harus meminta izin kepada Kapolri, Jenderal Tito Karnavian.

“KPK tetap melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan hukum acara yang berlaku. Kita tunduk pada KUHAP dan secara khusus kita tunduk pada UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK,” papar Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/12).

Kata Febri, KUHAP pun tidak memberikan kewenangan pemberian izin penggeledahan dan penyitaan kepada Kapolri. Dalam KUHAP izin penggeledahan merupakan kewenangan penuh Ketua Pengadilan.

Bahkan KPK sendiri memiliki kewenangan tersendiri untuk melakukan penyitaan terhadap hasil penggeledahan. Dengan demikian, TR Divpropam Porli tidak berlaku untuk KPK, atau pun penegak hukum lain seperti kejaksaan.

“Yang kita ketahui, di KUHAP itu diatur, saat penggeledahan itu kewenangan pemberian izin berada di Ketua Pengadilan, bahkan saat penyitaan pun KPK tidak membutuhkan izin dari Ketua Pengadilan,” jelasnya.

Seperti diketahui, TR terkait izin penggeledahan dan penyitaan dari Divpropam Polri sebetulnya sudah diterbitkan sejak 14 Desember 2016 lalu. Dimana, menurut Karo Penmas Polri, Kombes Rikwanto TR ini bersifat internal.

Dalih Rikwanto, TR ini merupakan penegasan bahwa setiap lembaga penegak hukum harus bersurat dan meminta izin kepada Kapolri atau minimal pejabat di lingkungan Divisi Propam Polri, sebelum melakukan proses hukum atau penggeledahan anggota Polri.

Pewarta : M Zachky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs