Sedangkan pemeriksaan Nicke Widyawati yang saat ini menjabat Dirut Pertamina, dia menilai, karena sebelum menjadi Dirut Pertamina, Nicke adalah Direktur Perencanaan PLN. Dengan posisi itu, maka tidak mungkin Nicke mengetahui adanya praktek suap proyek PLTU Riau 1. Tetapi, apakah Nicke terlibat dalam peristiwa hukum korupsi tersebut maka perlu penelitian lebih jauh dengan memeriksa saksi-saksi dan para tersangka.

“Tapi kalau untuk mengetahui pasti mengetahui. Pasti saksi – saksi lain akan memberikan keterangan apakah Bu Nicke mengetahui korupsi atau tidak. Jadi KPK harus betul-betul melakukan kontruksi hukum yang baik. Saya percaya penyidik KPK hebat untuk membangun konstruksi siapa yang terlibat, dan siapa yang terindikasi terlibat dan siapa yang hanya sebatas saksi,” ujar dia.

Dia menambahkan, karena dugaan korupsi proyek PLTU Riau 1 diduga melibatkan melibatkan orang-orang besar dan hebat yang berapiliasi dengan kekuasaan, lanjut dia, maka diperlukan keseriusan dari KPK. KPK, lanjut dia, perlu menghindari tekanan dan intervensi yang mungkin timbul dalam kasus korupasi proyek PLTU Riau 1. Namun yang paling penting bagaimana KPK bisa terhindari dari intervensi. Apalagi saat ini KPK masih terkesan setengah berani.

“Karena hingga belum juga memanggil pihak-pihak yang diduga punya keterkaitan cukup besar. Seperti Sofyan Basir yang belum juga dipanggil meskipun rumah dan kantornya telah digeledah. Harusnya setelah penggeledahan dilakukan pemeriksaan. Tapi sampai sekarang tidak diperiksa. Saya berharap setelah Bu Nicke , Sofyan Basir diperisak untuk dimintakan keterangan,” ujar dia.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Johannes Budisutrisno Kotjo, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham. Idrus diduga bersama-sama dengan Eni Maulani Saragih yang diduga telah menerima hadiah atau janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I. Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johannes, yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar, sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara