Jakarta, Aktual.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat orang saksi untuk menelusuri dugaan jual beli aset milik salah satu tersangka dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Priyo Andi Gularso (PAG).
“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain mengenai dugaan adanya transaksi jual beli aset bernilai ekonomis dari tersangka PAG,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (12/7).
Meski demikian Ali tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai aset apa yang sedang ditelusuri KPK.
Para saksi tersebut adalah empat pihak swasta, yakni T. Nandang Tri Tjahjo, Pramoko, Ali Mashyahdi, dan Haryanto.
Ali mengungkapkan untuk memfasilitasi pemeriksaan para saksi, penyidik lembaga antirasuah memeriksa keempat saksi di Mapolres Banyumas, Jawa Tengah.
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan 10 tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) tahun anggaran 2020 hingga 2022 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Para tersangka ialah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar/Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso (PAG), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio (NHS), dan staf PPK Lernhard Febian Sirait (LFS).
Selanjutnya, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo (CHP), PPK Haryat Prasetyo (HP), Operator SPM Beni Arianto (BA), Penguji Tagihan Hendi (H), Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Rokhmat Annashikhah (RA), dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine (MFV), dan Bendahara Pengeluaran Abdullah (A).
Kasus tersebut berawal ketika Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tunjangan kinerja (tukin) dengan total sebesar Rp221.924.938.176 selama tahun 2020 hingga 2022.
Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM, yakni tersangka LFS dan kawan-kawan yang berjumlah 10 orang diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Proses pengajuan anggarannya diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan sejumlah manipulasi, seperti pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif.
Tersangka PAG juga meminta LFS agar “dana diolah untuk kita-kita dan aman”, kemudian “menyisipkan” nominal tertentu kepada 10 orang secara acak dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
Akibat manipulasi tersebut, jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan naik dari Rp1.399.928.153 menjadi Rp29.003.205.373.
Selisih pembayaran sebesar Rp27.603.277.720 tersebut diduga diterima dan dinikmati para tersangka dan digunakan untuk pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar, dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi seperti kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, “indoor volley”, mes atlet, kendaraan, serta logam mulia.
Akibat penyimpangan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp27,6 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i