Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempermasalahkan soal Hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan Merry Purba yang membantah menerima suap terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

“Selama KPK bekerja, kami sering menghadapi penyangkalan-penyangkalan baik yang disertai sumpah dengan agama masing-masing atau tidak, namun banyak juga yang mengakui perbuatannya,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (5/9).

Selain Merry Purba (MP), KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus itu, yakni panitera pengganti PN Medan Helpandi (H) Tamin Sukardi (TS) dari swasta, dan Hadi Setiawan (HS) dari swasta atau orang kepercayaan Tasmin.

“Yang terpenting bagi KPK adalah tetap menangani kasus-kasus korupsi secara hati-hati dengan bukti yang kuat. Jika memang tersangka MP memiliki informasi tentang pelaku lain, silakan disampaikan pada penyidik,” ungkap Febri.

Sebelumnya, Merry Purba merasa dikorbankan karena telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

“Beberapa hari di sini, saya dapat pencerahan, terus terang saya merasa dikorbankan dalam perkara ini, sebelumnya saya mohon maaf kepada Ketua MA mungkin saya sudah dipecat,” kata Merry di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/9).

Merry sendiri diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Helpandi pada hari ini.

“Kepada seluruh masyarakat Indonesia, saya juga mohon maaf karena peristiwa ini sudah disaksikan dan mungkin seluruh Indonesia, kerabat saya sudah tahu semua, mengatakan bahwa ini OTT (Operasi Tangkap Tangan) tetapi saya tegaskan saya itu tidak OTT,” ucap Merry.

Menurut dia, OTT tersebut dilakukan terhadap panitera pengganti Helpandi bukan terhadap dirinya.

“Yang OTT itu adalah panitera, saya tidak tahu informasi bagaimana jumlah uang katanya ada sama panitera. Kemudian katanya ada lagi diterima atau digeledah barang bukti dari meja saya tetapi secara jujur saya katakan saya tidak pernah melakukan apapun yang dikaitkan dengan perkara yang saya tangani,” ungkap Merry.

Untuk diketahui, Tamin adalah pemilik PT Erni Putra Terari. Dalam perkara itu, Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.

Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar.

Merry diduga menerima total 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3 miliar) terkait putusan perkara tindak pidana korupsi No perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Pengadilan Tipikor pada PN Medan.

Dalam putusan yang dibacakan 27 Agustus 2018, Tamin dihukum 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar,” ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8).

Meski divonis dan diwajibkan membayar uang pengganti, namun lahan yang dituntut jaksa untuk dikembalikan kepada negara tetap dikuasai oleh Tamin dan lahan 74 hektare tetap dimiliki PT ACR.

Hakim Merry adalah salah satu anggota majelis hakim menyatakan “dissenting opinion” dalam vonis tersebut.

Sedangkan ketua majelis hakim adalah hakim Wahyu Prasetyo Wibowo adalah ketua majelis hakim yang kasusnya belakangan populer dibicarakan yaitu perkara mengenai pengeras suara masjid yang dikategorikan sebagai penodaan agama oleh seorang warga kota Tanjung Balai (Sumut) Meliana. Meliana divonis 18 bulan penjara namun mengajukan banding.

“Sebelum kegiatan tangkap tangan sudah ada pemberian 150 ribu dolar Singapura kepada hakim MP. Pemberian ini merupakan bagian dari total 280 ribu dolar Singapura yang diserahkan TS melalui HS orang kepercayaannya pada 24 Agustus 2018 di hotel JW Marriot Medan,” tambah Agus.

Total pemberian uang yang terealisasi adalah 280 dolar Singapura dengan 130 ribu dolar Singapura ditemukan KPK di tangan Hadi Setiawan dan 150 ribu dolar Singapura diduga diterima hakim Merry Purba.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan