Arsip - Presiden Asosiasi Islam Xinjiang dan Rektor Institut Agama Islam Xinjiang, Abdur Raqib Tursuniyaz, berpidato mengenai situasi kebebasan beribadah warga etnis minoritas Muslim Uighur yang dijamin oleh pemerintah dalam Resepsi Idul Fitri di Beijing, Kamis (13/5/2021). Resepsi Idul Fitri pemuka agama Islam Xinjiang itu merupakan yang pertama kalinya digelar di tengah sorotan dunia internasional terkait isu pelanggaran HAM oleh otoritas China terhadap Uighur. ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/ (ANTARA/M. Irfan Ilmie)

Beijing, aktual.com – Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCHR) Michelle Bachelet telah tiba di China pada Senin (23/5) dan dijadwalkan akan bertemu para pimpinan negara setempat.

Bachelet dijadwalkan akan berkunjung ke Provinsi Guangdong dan Daerah Otonomi Xinjiang untuk bertemu dengan pimpinan berbagai sektor dan tokoh masyarakat.

“Kami berharap kunjungan tersebut dapat meningkatkan kerja sama kedua belah pihak dan memberikan kontribusi positif dalam memperjuangkan HAM secara internasional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Wang Wenbin di Beijing, Senin (23/5).

Ia menjelaskan kunjungan komisioner tinggi tersebut dilaksanakan dengan manajemen lingkaran tertutup (close loop) sesuai protokol kesehatan antipandemi COVID-19.

“Oleh sebab itu kedua belah pihak telah bersepakat tidak ada wartawan yang mendampingi perjalanannya. Bachelet akan memberikan pernyataan pers atas kunjungannya ke China pada saatnya nanti,” ujarnya.

Terkait kunjungan ke kamp-kamp vokasi yang dituduhkan sebagai tempat pemenjaraan bagi etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, Wang menyatakan akan memfasilitasinya.

“Tujuan kunjungan ini untuk meningkatkan pertukaran pikiran dan kerja sama kedua belah pihak serta mendukung pembangunan HAM internasional. Kami justru menentang kalau masalah ini dimanipulasi secara politik,” ucapnya.

Kedatangan UNHCHR ke Xinjiang sudah lama direncanakan terkait dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang, seperti kamp re-edukasi, genosida, dan kerja paksa terhadap etnis minoritas Muslim Uighur.

Beijing membantah tuduhan tersebut dengan dalih bahwa program re-edukasi di kamp vokasi itu sebagai upaya deradikalisasi dan de-ekstremisme karena wilayah baratdaya China yang berbatasan dengan sejumlah negara, seperti India, Pakistan, Aghanistan, dan Tajikistan, tersebut telah beberapa kali terjadi serangan terorisme dari kelompok-kelompok separatis.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain