Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat (ketiga kiri) bersama Kepala Staf Koarmabar (Kasarmabar) Laksamana Pertama TNI Yudo Margono (kedua kiri) menyaksikan pemusnahan ribuan botol minuman beralkohol hasil operasi minuman beralkohol ilegal di kawasan Monas, Jakarta, Selasa (28/6). Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta memusnahkan minuman beralkohol ilegal sebanyak 19.628 botol yang antara lain hasil penertiban di kawasan Kalijodo. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik dari Universitas 17 Agustus 45 Jakarta, Fernando Ersento Maraden Sitorus memastikan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono bakal menjadi Panglima TNI. Yudo menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan purna tugas pada November 2021 mendatang.

“Pelantikan Yudo Margono sebagai Panglima TNI tidak satu paket dengan reshuffle kabinet. Kerena tahapan fit and proper test di DPR belum berlangsung, kemungkinan pelantikan Panglima TNI akan dilakukan tersendiri tidak berbarengan dengan pelantikan para menteri,” ujar Fernando Ersento Maraden Sitorus di Jakarta, Rabu (15/9).

Fernando memaparkan, Presiden Joko Widodo sebagai orang yang taat kepada UU akan tunduk pada ketentuan yang diatur oleh UU TNI.  “Berdasarkan UU TNI, kali ini matra AL berkesempatan mengisi posisi Panglima TNI. Selain itu Presiden Jokowi juga berkepentingan untuk menjaga soliditas dukungan TNI,” jelasnya.

Jenderal Andika Perkasa, sambung Fernando, yang sangat memahami UU akan menerima matra AL untuk mengisi posisi Panglima TNI. Presiden Jokowi akan mempercayakan kepada Jenderal Andika untuk memimpin Badan Intelijen Negara. Sementara Budi Gunawan, yang memiliki peran penting terhadap pemerintahan Jokowi akan dipercaya memimpin Menkopolhukam menggantikan Mahfud MD.

“Saya yakin Presiden Jokowi akan taat kepada konstitusi dalam hal ini UU TNI. Selain itu Jokowi tidak ingin dianggap gagal membangun soliditas di TNI karena menganakemaskan matra AD dan menganaktirikan matra lain,” tegasnya.

Direktur Rumah Politik Indonesia ini menegaskan, pilihan Jokowi melantik Yudo Margono sebagai Panglima TNI juga karena pemerintahan Jokowi yang menghadapi banyak tantangan sangat menginginkan dukungan yang solid dari TNI. Apalagi Presiden Jokowi juga tentunya sudah memiliki rekam jejak Yudo Margono secara utuh sejak diajukan oleh Panglima TNI menjadi KSAL.

“Jadi Presiden Jokowi memiliki alasan yang kuat untuk memilih Yudo sebagai prajurit yang loyal terhadap pemerintah dan negara,” tegasnya.

Yudo, sambung Fernando, yang berasal dari matra AL juga akan lebih mengerti untuk pengamanan perbatasan negara secara khusus wilayah laut. Selamat ini laut Indonesia sering disusupi kapal asing secara ilegal. Oleh karena itu masuknya kapal asing secara ilegal jangan sampai terulang kembali di masa kepemimpinan Yudo.

“Yudo harus melepaskan diri dari kepentingan partai politik apapun termasuk partai penguasa. Akan lebih terhormat dipecat karena untuk kepentingan bangsa dan negara daripada terus menjabat hanya untuk berkhianat terhadap institunsinya, bangsa dan negara.

Sementara, pakar hukum dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, A.Tholabi Kharlie mengatakan, pada prinsipnya semua matra di TNI memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi Panglima TNI.

Pasal 13 ayat 4 UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan, “Jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan”.

“Ketentuan tersebut memang memberi pesan jabatan Panglima TNI dapat dilakukan secara bergiliran dari matra yang terdapat di TNI. Namun hal tersebut bukanlah sebuah keharusan, karena ada kata “dapat” yang berarti bisa bergantian atau tidak,” ujar A.Tholabi Kharlie.

Hanya saja, sambung Tholabi, praktik selama di era reformasi ini, jabatan Panglima TNI yang dilakukan secara bergiliran telah menjadi konvensi ketatananegaraan, di mana konvensi itu memiliki makna yang baik, yakni memberi peran yang sama di semua matra yang terdapat di TNI. Oleh karena itu semua matra TNI memiliki kesempatan yang sama.

Abie, panggilan akrab Tholabi memaparkan, tantangan TNI di masa mendatang semakin berat dan kompleks. Isu pertahanan saat ini telah bergeser pada pertahanan di ranah digital atau cyber. Belum lagi tantangan Indonesia saat ini yang mengenai pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan berakhirnya.

“Selain tugas-tugas normatif sebagaimana diamanatkan dalam UU No 34 Tahun 2004, Panglima TNI ke depan harus dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat saat ini,” tandasnya.

Abie menuturkan, penentuan Panglima TNI merupakan kewenangan Presiden. Oleh karena itu kebutuhan TNI saat ini, Presiden sebagai Panglima tertinggi tentu mengetahui secara detail. Yang diharapkan pemilihan Panglima TNI tidak menimbulkan polemik dan tetap mengedepankan soliditas TNI. Apalagi tantangan isu pertahanan ke depan semakin kompleks.

Tholabi pun enggan menyebut siapa yang paling kuat berpeluang menjadi Panglima TNI, dari AL atau AD. Karena secara normatif, Calon Panglima TNI itu pernah atau sedang menjabat kepala staf di masing-masing matra sebagaimana tertuang dalam Pasal 13 ayat (4) UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI “Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.”

Saat ini ada dua nama Jenderal yang mencuat kuat dan digadang-gadang akan menggantikan posisinya sebagai Panglima TNI. Kedua sosok yang namanya kerap santer dibicarakan adalah KSAL Laksamana Yudo Margono dan KSAD Jenderal Andika Perkasa namun siapa nantinya yang akan dipilih untuk menggantikan Panglima TNI Hadi Tjahjanto adalah hak prerogatif dari Presiden Jokowi.