Ribuan driver Gojek melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor PT Gojek Indonesia, Jakarta, Senin (3/10/2016). Dalam aksinya ribuan drevir Gojek mendesak untuk dihapuskan sistem performa (rating) karena menyusahkan para driver Gojek.

Jakarta, Aktual.com – Larangan beroperasinya transportasi online dinilai akan berdampak pada keadaan ekonomi di tanah air. Larangan yang berdasar pada Putusan Mahkamah Agumg Nomor 37 Tahun 2017 ini, berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran terbuka di tanah air.

Hal ini dikatakan oleh Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya dalam diskusi yang bertajuk ‘Mengurai Benang Kusut Regulasi Angkutan Online Paska Putusan Mahkamah Agung’ di Jakarta, Selasa (17/10).

“Penolakan apalagi pelarangan operasi angkutan online jelas berdampak negatif bagi ekonomi masyarakat. Karena ada ratusan ribu angkutan online yang akan kehilangan mata pencahariannya di seluruh Indonesia jika penolakan dan pelarangan terus terjadi,” jelas Berly.

Menurutnya, dengan adanya larangan ini akan berujung pada semakin lesunya tingkat daya beli masyarakat. Kondisi daya beli masyarakat yang kini tengah lesu, lanjut Berly, akan semakin anjlok lantaran para pengemudi transportasi online tidak memiliki pendapatan lagi karena kehilangan pekerjaan.

“Ini jelas sangat tidak menguntungkan mengingat situasi ekonomi sedang rentan disertai stagnannya daya beli masyarakat,” katanya.

Sebagai informasi, Putusan MA (PMA) Nomor 37 Tahun 2017 telah menganulir 18 poin dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 tahun 2017 tentang tranportasi online. Dengan dianulirnya putusan MA tersebut, secara otomatis saat ini angkutan online tidak memiliki izin.

Selain MA, Pemprov Jawa Barat pun sudah melakukan hal yang serupa kepada transportasi online pada beberapa waktu lalu.

(Reporter: Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Eka