Dua Regu Pasukan Brimob bersenjata lengkap melakukan pengejaran terhadap terduga kelompok sipil bersenjata di sekitar gunung Patingkea desa Tamadue, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Seniin (29/12). Mereka melakukan penyisiran guna mencari persembunyian kelompok Santoso cs yang sebelumnya telah menembak mati seorang warga sipil pencari Damar yakni, Garataudu (51) dan menyandera Harun Tobimbi (39) atas laporan saksi mata Viktor Polaba (32) yang berhasil melarikan diri saat kejadian tersebut. ANTARA FOTO/Zainuddin MN/Rei/ama/14.

Palu, Aktual.com – Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulawesi Tengah, menilai Operasi Camar Maleo yang dilaksankan di wilayah Kabupaten Poso, hanya menghambur-hamburkan uang negara.

Dibanding dengan 33 daerah lain, kondisi keamanan di Sulteng masih sangat memprihatinkan. Masih ada ancaman keamanan yang datangnya dari kelompok bersenjata pimpinan Santoso. Operasi tersebut juga tidak berhasil menangkap pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur itu, melainkan hanya beberapa orang yang diklaim sebagai anak buahnya.

“Ini tentunya hanya menghambur-hamburkan uang negara,” ungkap Andriani Badria selaku Direktur LPS-HAM di Palu, Kamis (14/1).

Dia juga menuturkan, operasi khususnya di wilayah Poso cenderung dijadikan alat mencapai kekayaan.

“Semestinya pihak keamanan harus mendorong aktor keamanan ketiga di luar Polri dan TNI, di mana adanya koordinasi yang bersinergi sehingga saling membantu untuk membasmi dan menghilangkan adanya kelompok yang dinilai radikal tersebut,” ujarnya.

Menurut dia, operasi itu berakhir dengan hasil yang sangat tidak memuaskan. Disaat tidak memuaskan, operasi itu berganti nama menjadi Operasi Tinombala di bawah pimpinan Kapolda Sulteng.

“Adanya perlawanan yang terus terjadi di wilayah Poso juga timbul akibat pihak keamanan yang mengedepankan kekerasan, bukan tindakan prefentif,” katanya.

Andriani menyebutkan, semestinya pihak keamanan melakukan mediasi dan membentuk tim khusus dan terpercaya. Secara otomatis, langkah ini tidak menutup kemungkinana akan memutus benang merah dari aksi-aksi yang terjadi di wilayah Poso.

“Tidak berhasilnya Polri melakukan penangkapan pimpinan MIT tersebut menjadikan pertanyaan di publik, sampai kapan operasi tersebut serta berapa jumlah anggaran yang akan digunakan Polri dalam melakukan operasi,” katanya.

Pihaknya mendesak Polri dan Polda Sulteng untuk tidak menjadikan wilayah Poso sebagai wilayah security project, mendesak BPK Perwakilan Sulteng untuk melakukan audit penggunaan anggaran operasi itu.

“Yang utama mendorong aktor keamanan ketiga untuk mengambil langkah persuasif dalam penanganan kelompok teror di wilayah Poso sehingga tidak terjadi ancaman yang terus menerus,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara