30 persen pengungsi bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu masih tinggal dan hidup di selter-selter pengungsian.

Palu, Aktual.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Sikola Mombine menilai masih banyak masalah dalam penanganan setelah setahun gempa disertai likuefaksi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

“Pasca-penanganan satu tahun bencana di Kabupaten Sigi, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah sejak masa penanganan darurat bencana, masa transisi dan hingga masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Namun dalam penanganan selama satu tahun pascabencana, masih terdapat banyak persoalan yang timbul di masyarakat dikarenakan proses penanganannya yang bersifat ‘top-down’, kurang melibatkan partisipasi masyarakat dan kelompok rentan, akses informasi yang tidak meluas dan menjangkau terhadap para penyintas,” kata Eka Putri Delianti, pengurus Yayasan Sikola Mombine, di Palu, Ahad (6/10).

Ia menguraikan masalah penanganan pascabencana yang “top-down” yang sering terjadi, seperti pembangunan huntara yang tidak ramah perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya, persoalan listrik dan air, persoalan dana santunan korban jiwa, jaminan hidup, dana stimulan, masalah terkait kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak, terlebih lagi masalah pemulihan ekonomi.

Yayasan Sikola Mombine atas dukungan kemitraan untuk tata kelola pemerintahan yang baik, berinisiatif untuk melakukan penyatuan langkah lewat diskusi bersama Pemerintah Kabupaten Sigi, guna membahas persoalan-persoalan yang ada setelah satu tahun bencana.

“Dalam kegiatan, Yayasan Sikola Mombine mengikutsertakan perempuan ‘vocal point’ yang ada di Desa Beka dan Desa Lolu, guna menyelesaikan persoalan yang terjadi di huntara tempat tinggal mereka. Melalui diskusi bersama Pemerintah Kabupaten Sigi ini, terjalin kerja sama antarpemerintah dan Yayasan Sikola Mombine untuk sama-sama saling mendukung melalui program yang akan dilakukan ke depannya,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: