Jakarta, Aktual.com – Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, mengingatkan bahwa revisi UU Antiterorisme harus berada dalam koridor sistem keadilan kriminal yang menghormati hak asasi manusia.

Siaran pers Koalisi yang diterima di Jakarta, Minggu (28/1), menyebutkan, meski pembahasan tentang perubahan UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang saat ini memasuki tahap akhir di DPR memiliki perkembangan yang cukup baik, tetapi draf RUU perubahan tersebut dinilai masih menyisakan sejumlah catatan penting.

Koalisi menilai, pembentukan kebijakan negara sebagai landasan untuk menanggulangi bahaya ancaman terorisme perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya negara dalam menjalankan kewajibannya untuk memastikan terjamin dan terlindunginya rasa aman masyarakat.

Namun demikian, kewajiban tersebut tidak boleh dijalankan dengan menciptakan suatu rezim politik dan keamanan yang dapat mengancam kebebasan dan hak asasi manusia (HAM).

Kebijakan penanggulangan terorisme harus tetap berada dalam koridor menghormati tatanan negara demokratik dan prinsip negara hukum, serta standar dan norma hak asasi manusia.

Untuk itu, membangun keseimbangan antara kewajiban negara untuk menjamin rasa aman dan perlindungan kebebasan serta hak-hak individu adalah syarat mutlak dalam merumuskan kebijakan anti-terorisme, sehingga potensi penyalahgunaan kekuasaan bisa dibatasi dan dicegah.

Koalisi memandang bahwa pembahasan RUU perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 tetap harus berpijak pada mekanisme model sistem keadilan kriminal karena aksi terorisme itu sendiri adalah kejahatan pidana, maka penanganannya harus pula dilakukan melalui model pendekatan penegakan hukum yang mensyaratkan adanya penghormatan terhadap prinsip negara hukum, tatanan negara yang demokratik, serta menjamin perlindungan kebebasan dan HAM.

Karena itu, DPR dan pemerintah diharapkan tidak mengubah pendekatan penanggulangan terorisme dari model sistem keadilan kriminal menjadi model peperangan melalui revisi UU No. 15 tahun 2003 dengan cara melibatkan militer secara aktif dalam penanganan terorisme.

Pergeseran pendekatan itu tentu menjadi berbahaya karena akan menempatkan penanganan terorisme berubah menjadi lebih represif dan eksesif. Masuknya aparat non-yudisial (militer) ke dalam penegakan hukum dalam mengatasi ancaman terorisme akan berdampak pada rusaknya tatanan sistem negara hukum.

Koalisi menyatakan, pendekatan “criminal justice system” model yang selama ini telah digunakan dalam penanganan terorisme di Indonesia sejatinya sudah tepat dan benar. Dalam pendekatan ini, institusi penegak hukum merupakan aktor yang terdepan untuk melakukan penegakan hukum dalam mengatasi terorisme.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri atas Kontras, Imparsial, ELSAM, YLBHI, LBH Jakarta, ICW, PBHI, Walhi Perludem, SETARA Institute, LBH Pers, HRWG, Institut Demokrasi, ILR, TII.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: