Jakarta, Aktual.co — Belakangan santer beredar kabar bahwa ujung-ujungnya, jika nama-nama ekonom keturunan Mafia Barkeley seperti Sri Mulyani, Darmin Nasution, Chatib Basri, dan Kuntoro Mangkusubroto batal menjadi menteri koordinator perekonomian oleh Jokowi, maka yang dimunculkan adalah Sri Adiningsih. 
Sri adalah ekonom asal UGM yang juga teman sekolah Jokowi di Solo dahulu. Tentang ekonom yang tampaknya bersahaja ini, peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra punya catatan.
“Pak Jokowi harus berhati-hati terhadap Sri Adiningsih, karena meskipun ia berasal dari UGM yang terkenal sebagai kampus kerakyatan, haluan pikir ibu ini ternyata sangat neoliberal juga seperti layaknya ekonom Mafia Barkeley lain. Dalam banyak kesempatan di berbagai seminar juga kita sendiri dengar bahwa Sri Adiningsih tanpa malu-malu memuja pasar bebas,” kata Gede.
Sejarah mencatat bahwa pada saat proses amandemen UUD 1945 di BP MPR tahun 2001, Sri Adiningsih masuk barisan ekonom yang mendukung dilakukannya amandemen terhadap Pasal 33 UUD 1945 bersama empat ekonom lainnya yaitu Sri Mulyani, Syahrir, Didik Rachbini, dan Bambang Sudibyo. 
Sedangkan dua ekonom senior, yaitu Prof Mubyarto dan Dawam Rahardjo tegas menolak. Bahkan saat itu Prof Mubyarto dikabarkan sampai melakukan aksi walkout.
“Saat itu Sri Adiningsih dan para ekonom neoliberal berhasil memasukkan ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 yang mencantumkan tentang asas efisiensi yang bernuansa liberalisme. Keberadaan ayat ini lah menegasikan ayat-ayat sebelumnya yang bernuansa kerakyatan di Pasal 33,” imbuhnya.

Gede berharap kedekatan Jokowi secara almamater dengan Sri Adiningsih tidak membutakannya dari fakta bahwa Sri adalah ekonom neoliberal yang membahayakan implementasi Trisakti.