Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menyindir alasan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo ihwal pemberhentian Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari jabatan selaku Gubernur DKI Jakarta.

Ia menegaskan, alasan pemberhentian Ahok dengan menunggu tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak berlandaskan hukum. Sebab, secara terang Pasal 83 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 menjelaskan, kepala daerah harus diberhentikan sementara ketika berstatus terdakwa.

“Tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut itu (Pasal 83). Karena UU-nya jelas bunyinya, bukan tuntutan seperti dikatakan Mendagri,” tegas Mahfud, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/2).

Kata dia, bagaimana bisa pemberhentian Ahok dilakukan setelah ada tuntutan JPU, sementara dalam UU Pemda tidak diatur demikian. Artinya, pemberhentian Ahok merupakan sebuah keniscayaan.

“Mendagri katakan nunggu tuntutan. Loh disitu terdakwa, berarti dakwaan. Dakwaannya jelas ancamannya. Jadi tidak ada instrumen hukum lain,” pungkasnya.

Sebelumnya, Mahfud mengatakan, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo bisa dicap sebagai pelanggar konstitusi, jika mengembalikan jabatan Gubernur DKI Jakarta kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Merujuk pada Pasal 83 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemberhentian Ahok seharusnya dilakukan setelah status terdakwa sah secara hukum.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh: