Jakarta, Aktual.com – Maulana Syekh Assyarif Yusri Rusydi Sayid Jabr Al Hasani mengatakan bahwa memenuhi panggilan orang tua, terutama ibu, adalah wajib termasuk ketika sedang menjalankan ibadah shalat.
“Memenuhi panggilan ibu adalah wajib,” katanya saat memberikan tausiahnya di Majelis Zawiyah Arraudah Tebet Barat VIII 50 Jakarta Selatan, Minggu (29/1).
Syekh Yusri menceritakan seorang pemuda bernama Juraij, seorang laki-laki yang rajin beribadah. Suatu ketika Juraij membangun tempat ibadah dan senantiasa beribadah di tempat itu. Ketika sedang melaksanakan shalat, tiba-tiba ibunya datang dan memanggilnya, “Hai Juraij!”
Juraij bertanya dalam hati, “Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan, memenuhi panggilan ibuku ataukah melanjutkan shalatku?” Ia memutuskan meneruskan shalatnya hingga ibunya kecewa dan beranjak darinya.
Kali kedua ibundanya kembali memanggil Juraij yang masih melakukan shalat, “Hai Juraij!”
Juraij kembali berkata dalam hati, “Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan, memenuhi seruan ibuku ataukah shalatku?” Juraij tetap meneruskan shalatnya hingga ibunya kecewa dan beranjak darinya hingga kali ketiga.
Hal ini, kata Syekh Yusri, membuat kecewa hati ibunya. Tak lama kemudian ibunya pun berdoa kepada Allah, “Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia bertemu dengan orang yang hina. Sebab, kata ibunya, Juraij ingin menjadi orang yang sempurna”
Doa sang ibu akhirnya terkabul, Juraij mendapatkan fitnah atau cobaan dari seorang pelacur. Suatu saat Kaum Bani Israil selalu memperbincangkan tentang Juraij dan ibadahnya, hingga ada seorang wanita pelacur yang cantik menggoda dan membujuk Juraij.
Tetapi Juraij tidak mudah terpedaya oleh godaan pelacur tersebut. Kemudian pelacur itu pergi mendatangi seorang penggembala ternak yang kebetulan sering berteduh di tempat peribadatan Juraij.
Ternyata wanita tersebut berhasil memperdayainya hingga laki-laki penggembala itu melakukan perzinaan dengannya sampai akhirnya hamil.
Kisah juraij, pernah disabdakan Rasulullah SAW :
لَمْ يَتَكَلَّمْ فِي الْمَهْدِ إِلَّا ثَلَاثَةٌ: عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَصَاحِبُ جُرَيْجٍ وَكَانَ جُرَيْجٌ رَجُلًا عَابِدًا فَاتَّخَذَ صَوْمَعَةً فَكَانَ فِيهَا فَأَتَتْهُ أُمُّهُ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ يَا رَبِّ أُمِّي وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ عَلَى صَلَاتِهِ فَانْصَرَفَتْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ أَتَتْهُ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ يَا رَبِّ أُمِّي وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ عَلَى صَلَاتِهِ فَانْصَرَفَتْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ أَتَتْهُ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ أَيْ رَبِّ أُمِّي وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ عَلَى صَلَاتِهِ فَقَالَتْ اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُ حَتَّى يَنْظُرَ إِلَى وُجُوهِ الْمُومِسَاتِ
Tidak ada bayi yang dapat berbicara ketika masih berada dalam buaian kecuali tiga bayi:
(1) Isa bin Maryam, (2) dan bayi dalam perkara Juraij.
Kemudian, setelah melahirkan, wanita pelacur itu berkata kepada masyarakat, bahwa bayi tersebut merupakan hasil perbuatannya dan Juraij. Mendengar pengakuan wanita itu, masyarakat pun marah dan membenci Juraij.
Mereka lalu mendatangi rumah peribadatan Juraij, hingga mereka menghancurkannya. Mereka pun bersama-sama menghakimi Juraij tanpa bertanya terlebih dahulu kepadanya.
Lalu Juraij bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian lakukan hal ini kepadaku?” Mereka menjawab, “Karena kamu telah berzina dengan pelacur ini sehingga ia melahirkan bayi dari hasil perbuatanmu”
“Di manakah bayi itu?,” seru Juraij.
Maka mereka mendatangkannya (bayi itu). Lalu Juraij berkata, “Panggil aku setelah aku shalat”
Ketika selesai shalat, Juraij mendatangi bayi itu lalu memengang perut sang bayi seraya berkata, “Wahai bayi, siapakah bapakmu?”
Secara Ajaib, sang bayi pun menjawab, “Ayahku adalah seorang pengembala”
Seketika, masyarakat yang meragukan Juraij menghampiri, kemudian menciumnya dan menyentuhnya (menaruh hormat kepada Juraij). Mereka berkata, “Kami akan membangunkan kembali tempat ibadahmu dari emas”
Namun Juraij menolak dan berkata, “Tidak usah. Kembalikan saja rumah ibadahku seperti semula yang terbuat dari tanah liat”. Akhirnya mereka pun mulai melaksanakan pembangunan rumah ibadah itu seperti semula.
Dari penjelasan Syekh Yusri tersebut, dapat disimpulkan bahwa menjawab seruan orangtua memang wajib, tetapi tergantung shalat apa yang kita dirikan.
Jika yang sedang didirikan adalah shalat Fardhu, maka kita tidak boleh membatalkan shalat. Kebolehan membatalkan shalat fardhu hanya dalam kondisi-kondisi darurat semisal mendengar atau melihat orang kecebur sumur, rumah tetangga kebakaran, atau darurat-darurat lainnya.
Adapun panggilan orangtua, dalam hal ini tidak terbilang darurat sehingga harus melanjutkan shalat/tidak boleh membatalkannya. Hanya perlu menjawab dengan isyarat.
Namun, jika yang sedang kita dirikan adalah shalat sunnah maka kita boleh membatalkan shalat. Solusinya dengan memberi isyarat bahwa sedang menjalankan shalat. Bila khawatir ibu akan kecewa karena tak segera menjawab panggilannya, maka shalat sunah boleh dibatalkan.
(Nailin Insa)
Artikel ini ditulis oleh: