Ilustrasi- Orang sedang membaca Al Quran

Jakarta, Aktual.com– Al-Quran merupakan kalamullah yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk umat Islam sebagai petunjuk dalam hidup di Dunia ini agar bisa merasakan kenikmatan di Akhirat.

Berbeda halnya dengan membaca hadits-hadits Nabi SAW atau kitab-kitab berbahasa arab lainnya, membaca al-Quran bernilai ibadah. Akan tetapi, belakangan ini di Indonesia sudah banyak penghafal al-Quran, mereka membaca al-Quran tanpa melihat mushaf. Karena, Ia sudah hafal apa yang ada di al-Quran.

Jika begitu, apakah membaca al-Quran tanpa melihat mushaf lebih baik dari pada melihat mushaf?

Dalam hal ini, Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Itqan fi ‘Ulumi al-Quran mengatakan bahwa membaca al-Quran dengan melihat mushaf lebih utama daripada membacanya dengan hafalan. Karena, seseorang bisa melihat kesalahan-kesalahan yang terdapat pada bacaannya dan juga bisa mentadabburi makna setiap ayat yang dibaca.

الْقِرَاءَةُ فِي الْمُصْحَفِ أَفْضَلُ مِنَ الْقِرَاءَةِ مِنْ حِفْظِهِ لِأَنَّ النَّظَرَ فِيهِ عِبَادَةٌ مَطْلُوبَةٌ

“Membaca Al-Qur’an di mushaf itu lebih utama dari membacanya secara hafalan karena ketika melihatnya terdapat nilai ibadah tersendiri yang dicari.”

Kemudian, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kebanyakan para Sahabat radhiallahu ‘anhum mereka senantiasa membaca al-Quran dan melarang diri Mereka keluar dari rumah pada hari itu sedangkan Mereka belum melihat mushaf.

Dari pernyataan ulama di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa membaca al-Quran dengan melihat mushaf itu lebih baik daripada dengan hafalan.

Walaupun demikian, Imam Nawawi dalam kitab at-Tibyan mengatakan bahwa semua itu tergantung keadaan masing-masing orang. Jika orang itu lebih mampu khusyu’ dan lebih mudah bertadabbur dengan hafalan maka itu lebih baik. Dan juga sebaliknya, jika Ia lebih mampu khusyu’ dan lebih mudah bertadabbur maka membaca dan melihat lebih dianjurkan.

وَلَوْ قِيلَ إِنَّهُ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْأَشْخَاصِ فَيُخْتَارُ الْقِرَاءَةُ فِيهِ لِمَنِ اسْتَوَى خُشُوعُهُ وَتَدَبُّرُهُ فِي حَالَتَيِ الْقِرَاءَةِ فِيهِ وَمِنَ الْحِفْظِ وَيُخْتَارُ الْقِرَاءَةُ مِنَ الْحِفْظِ لِمَنْ يَكْمُلُ بِذَلِكَ خُشُوعُهُ وَيَزِيدُ عَلَى خُشُوعِهِ وَتَدَبُّرِهِ لَوْ قَرَأَ مِنَ الْمُصْحَفِ لَكَانَ هَذَا قَوْلًا حَسَنًا

“Bagi orang yang menyatakan bahwa keutamaan cara membaca itu berbeda tergantung tiap orang, maka hendaknya orang yang mengetahui bahwa ia akan lebih khusyuk dan mudah bertadabbur dengan membaca mushaf secara langsung. Bagi yang membaca Al-Qur’an secara hafalan, dan lebih sempurna khusyuk dan tadabbur-nya, maka hendaknya membaca secara hafalan. Tapi jika orang yang menghafal ini membaca mushaf secara langsung, maka itu juga termasuk sesuatu yang baik.”

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra