Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Selain itu pada materi kedua Peraturan KPU tersebut, bertentangan dengan Putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016.

Berdasarkan UU pemilu, setiap orang yang memiliki riwayat pidana atau pernah menjadi terpidana dibolehkan mendaftar sebagai caleg namun wajib mengumumkannya ke publik. Sementara PKPU Pencalonan melarang parpol mendaftaran mantan narapidana kasus korupsi sebagai caleg.

“Itu bertentangan dengan UU Pemilu. UU Pemilu kan membolehkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Tapi kalau PKPU kan menutup sama sekali kan. Bertentangan atau enggak itu? Ya kalau menurut MA ya bertentangan,” ujar juru bicara MA, Suhadi ketika dikonfirmasi.

Ia menyatakan, dengan adanya putusan uji materi tersebut, maka mantan narapidana kasus korupsi dapat mencalonkan diri sebagai caleg dengan syarat-syarat yang ditentukan UU Pemilu.

KPU sendiri merespon keputusan MA itu di antaranya dengan menggelar rapat pleno. Namun hal itu akan dilakukan pasca mendapat salinan putusan MA tersebut.
Sementara itu, Bawaslu langsung merespon dengan meminta penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU untuk menaati aturan yang sudah diputuskan MA.

“Ini kan proses penghormatan kita terhadap UU dan aturan yang ada,” kata Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin di kantor KPU, Jumat 14 September 2018.

Layakkah Mantan Narapidana Korupsi Dipilih Lagi?

Kata korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau corruptus yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut para ahli bahasa, corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, suatu kata dari Bahasa Latin yang lebih tua. Kata tersebut kemudian menurunkan istilah corruption, corrups (Inggris), corruption (Perancis), corruptie/korruptie (Belanda) dan korupsi (Indonesia)

Dari beberapa literatur, Korupsi dikategorikan sebagai perbuatan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan korupsi itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Selain itu dalam peraturan pemerintah No 99/2012 juga tegas menjelaskan kategori seperti apa tindak pidana korupsi itu. Buat pemerintah, korupsi masuk klasifikasi kejahatan luar biasa. Tindakan yang disamakan dengan kejahatan terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat hingga kejahatan transnasional terorganisasi.

Dengan kenyataan tersebut, lantas menimbulkan pertanyaan apakah pejabat publik yang telah berkhianat terhadap kepercayaan rakyat layak dipilih kembali ?.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby