Ia menilai para mantan narapidana korupsi yang tetap dipertahankan dalam daftar calon anggota legislatif mungkin memiliki kontribusi besar bagi parpol. Ia berkaca dari pemilihan kepala daerah dimana terdapat calon yang terindikasi kasus korupsi namun tetap menang.

Ia pun lantas menyimpulkan jika partai politik kurang memiliki rasa sensitifitas bila tetap mengusung calon anggota legislatif yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi.
Sementara KPK berharap dengan keputusan MA itu justru menghadirkan sikap dari pemerintah untuk mengakomodir larangan mantan napi koruptor maju sebagai caleg lewat undang-undang Pemilu.

“Jika memang aturan setingkat PKPU belum mencukupi, ada baiknya dipertimbangkan agar DPR mengaturnya setingkat UU untuk menunjukkan komitmen yang lebih kuat terhadap pemberantasan korupsi,” ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, beberapa waktu yang lalu.

Senada juru bicara KPK, Febri Diansyah mengemukakan hal yang sama. “Terkait dengan sejumlah diskursus publik akhir-akhir ini tentang bagaimana mewujudkan demokrasi, khususnya parlemen yang bersih ke depan dan mencegah praktek-praktek korupsi masal di DPR atau DPRD terjadi kembali, menurut KPK pembatasan hak narapidana korupsi untuk mencalonkan perlu dilakukan,” ujar Febri Diansyah

KPK sendiri merinci saat ini terdapat 146 anggota DPRD dan sedikitnya 70 anggota DPR yang sedang diproses hukum.

“Ini sudah diproses dan kemungkinan akan bertambah sepanjang ada bukti yang cukup. Dengan fenomena ini harapan ke depannya parlemen kita DPR bisa lebih bersih sehingga bisa disaring sejak awal,” kata dia.

Kedepan KPK berkomitmen untuk lebih cermat menuntut koruptor di meja hijau, terutama terkait pencabutan hak politik. “Yang pasti KPK dengan kewenangannya akan semakin mencermati tuntutan pencabutan hak politik,” kata Febri.

Wacana Tandai Surat Suara Mantan Napi Korupsi

Selepas putusan MA, muncul wacana untuk memberikan tanda pada surat suara caleg mantan terpidana korupsi. Wacana itu dikeluarkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Sebagaimana saran Pak JK, Pak JK pernah mengusulkan itu,” ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, mempertimbangkan wacana itu, di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 14 September 2018.

KPK pun menyambut positif wacana ini, dengan catatan sesuai dengan aturan yang ada.

“Sepanjang tidak melanggar ketentuan informasi tambahan tentang track record seseorang itu baik. Walau masyarakat juga sudah paham tentang siapa yang akan dipilihnya,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, melalui pesan singkat, Rabu 20 September 2018.

Bagi komisi anti rasuah tanda di kertas suara itu dinilai sebagai informasi kepada publik tentang rekam jejak seorang mantan narapidana korupsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby