Foto udara kawasan reklamasi di Teluk Jakarta, Rabu (11/5). Pemerintah telah memutuskan moratorium reklamasi Teluk Jakarta hingga enam bulan mendatang sambil membuat rencana induk holistik, terperinci dan mendalam terkait proyek pembangunan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) atau Proyek Garuda yang lebih dikenal dengan nama tanggul laut raksasa. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Eks Asisten Deputi Bidang Pengaduan dan Penataan Sanksi Administrasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Dodo Sambodo, mengkritisi dokumen analisis dampak lingkungan (amdal) megaproyek 17 pulau buatan Teluk Jakarta yang diterbitkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.

Menurutnya dalam diskusi di Sekretariat Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (22/6), Pemprov DKI melakukan kesalahan fatal, karena dokumen tersebut dibuat parsial atau dipecah per pulau.

“Amdal itu tidak bisa dipotong-potong. Ini punya DKI, ini punya swasta, Banten sendiri, Bekasi sendiri. Ekosistem tidak mengenal batas administrasi,” tegasnya.

Kata mantan aktivis Walhi itu, sepatutnya dokumen amdal diterbitkan oleh pemerintah pusat, mengingat megaproyek pulau buatan diprediksi menelan biaya hingga Rp500 triliun tersebut bakal berdiri di tiga pesisir provinsi, yakni DKI, Banten, dan Jawa Barat.

Dodi pun mengingatkan Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta, bahwasanya amdal yang cuma berbunyi menerima atau menolak suatu proyek pembangunan, tidak bisa direvisi. Karenanya, diharapkan tidak mengeluarkan rekomendasi memperbaiki dokumen ini demi memuluskan megaproyek tersebut.

“Amdal itu dokumen untuk rencana kegiatan yang belum ada. Kalau sudah ada (proyek terlebih dahulu), itu bukan amdal namanya, itu amdal-amdalan,” sambung peraih gelar master Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) ini.

Untuk diketahui, sejumlah pulau palsu telah terbangun di Teluk Jakarta. Sementara, Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebelumnya mengakui bila dokumen amdal yang diterbitkan pemprov menyimpang.

Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta sendiri merupakan institusi ad hoc yang dibentuk sejumlah kementerian terkait dan Pemprov DKI, untuk membenahi regulasi menyangkut megaproyek tersebut, menyusul terbongkarnya kasus dugaan suap untuk pengesahan dua raperda menyangkut pulau buatan itu yang menyeret adik Ketua DPD Gerindra DKI Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, dan bos PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja.

Dodo menambahkan, untuk pulau yang kadung berdiri, sebaiknya Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta melakukan audit dampak lingkungan untuk mengusut penyimpangan yang terjadi.

“Audit tidak sembarangan, karena punya protokol. Saya sudah wanti-wanti ke teman penilai, benar enggak metodologinya,” tutupnya.

 

Laporan: Fatah

Artikel ini ditulis oleh: